Menkumham: Solusi Kewarganegaraan Arcandra Lihat Berbagai Aspek

Menurut Yasonna, pencabutan kewargenaraan seseorang harus diformalkan atas keputusan menteri, dan ini belum dilakukan.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Agu 2016, 04:51 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2016, 04:51 WIB
Yasonna Hamonangan Laoly
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan pemerintah akan mempertimbangkan berbagai aspek dalam menyelesaikan masalah kewarganegaraan eks menteri ESDM Arcandra Tahar.

"Pemerintah terus pelajari dan melihat dari berbagai aspek, termasuk dengan melibatkan para ahli. Kami ingin membahas ini dengan baik agar jangan ada lagi hura-hura politik karena persoalan kecil," ujar Yasonna di Jakarta seperti dikutip Antara, Sabtu (20/8/2016).

Dia melanjutkan, pemerintah terus mengkaji semua kemungkinan terkait status Arcandra. Bisa saja dengan menggunakan jalur normal penetapan WNI sesuai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atau dengan jalur cepat seperti tertera di Pasal 20 UU yang sama.

"Seluruhnya masih dikaji. Apa pun yang dilakukan nantinya akan sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku," ucap Yasonna.

Arcandra sendiri kehilangan status WNI setelah memilih kewarganegaraan Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada tahun 2012.

Sementara undang-undang AS menyatakan kewarganegaraan seseorang hilang saat dirinya menjadi pejabat publik atau pengambil kebijakan di negara lain. Ini memunculkan dugaan saat ini Arcandra tidak memiliki kewarganegaraan atau stateless.

Namun, Menkumham menolak anggapan tersebut, karena menurut dia pencabutan kewarganegaraan seseorang harus diformalkan atas keputusan menteri, dan ini belum dilakukan.

Adapun yang disebut jalur normal dalam penetapan seseorang menjadi WNI adalah sesuai Pasal 9 UU 12/2006 yang di antaranya mewajibkan harus tinggal di Indonesia selama sedikitnya lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun jika tidak berturut-turut.

Sementara jalur cepat bisa diperoleh sesuai dengan pasal 20 dengan catatan orang tersebut harus dianggap berjasa pada Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara. Jika menerapkan hal ini, undang-undang mewajibkan Presiden harus memperoleh pertimbangan DPR RI terlebih dahulu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya