Majelis Hakim Tanya Ahli Kubu Jessica Kemungkinan Autopsi Mirna

Hakim pertanyakan terkait ada tidaknya kemungkinan autopsi untuk mengetahui penyebab kematian seseorang yang sudah lama dikebumikan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Sep 2016, 22:53 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2016, 22:53 WIB
20160907-Saksi Ahli Patologi di Sidang Jessica Wongso-Afandi
Ahli patologi forensik Djaja Surya Atmadja yang dihadirkan tim kuasa hukum Jessica Wongso pada sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota majelis hakim sidang kasus kopi bersianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, Binsar Gultom mempertanyakan terkait ada tidaknya kemungkinan autopsi untuk mengetahui penyebab kematian seseorang yang sudah lama dikebumikan.

Pertanyaan itu ditujukan kepada saksi ahli dari kubu Jessica yakni dokter Patologi Forensik Djaja Surya Atmadja, yang memberikan keterangan seputar keahliannya.

"Ada kemungkinan bisa, yang mulia. Saya pernah periksa jenazah korban Perang Dunia Kedua di Papua yang sudah 50 sampai 60 tahun meninggal. Itu masih bisa ketahuan. Banyak faktor yang bisa mendukung dan bisa mempersulit proses autopsinya dalam kondisi seperti itu. Seperti apakah tanahnya basah atau kering. Itu mempengaruhi proses pembusukannya," tutur Djaja di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (7/9/2016).

Binsar pun menanggapi jawaban saksi ahli dengan langsung mengarah kepada penyelidikan kematian Mirna.

"Kaitannya dengan autopsi jenazah Mirna untuk mencari tahu apa penyebab sianidanya. Bagaimana menurut ahli?" kata Binsar.

Menanggapi itu, Djaja mengaku bahwa penyelidikan kematian Mirna sulit untuk dilakukan. Sebab, kadar sianida dalam tubuh seseorang yang sudah meninggal dapat berubah-ubah.

"Saya rasa akan sangat sulit (kalau selidiki sianida). Karena waktunya sudah cukup lama. Hasil autopsinya bisa jadi tidak efektif. Apalagi di tanah juga ada kandungan sianida. Bisa jadi saat pemeriksaan nanti, kandungan sianidanya bertambah. Bisa juga berkurang. Bisa saja autopsi lagi kalau ada permintaan dari penyidik atau jaksa," jawab Djaja.

Jawaban Djaja itu berbeda dengan pernyataan awal, yang mengatakan masih bisa dicari tahu penyebab kematian seseorang, meski rentang waktu meninggalnya sudah puluhan tahun.

Binsar kembali memulai pertanyaan dengan mengacu pada fakta persidangan sebelumnya, yang menyatakan ada 0,2 miligram per liter sianida di dalam sampel lambung Mirna. Juga temuan sianida di dalam es kopi Vietnam Mirna.

Dia juga menyinggung tentang kemungkinan seseorang bisa meninggal atau tidak, jika tertelan sianida meski dalam jumlah sedikit.

"Dalam ilmu kedokteran forensik, tidak dapat dipastikan dia keracunan sianida. 0,2 Miligram per liter sianida itu hampir tidak ada artinya. Tetapi, memang dia keracunan. Cuma bukan sianida. Enggak tahu keracunan apa karena enggak dilakukan otopsi," pungkas Djaja.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya