Sigi: Bayang-Bayang Predator Anak

Dari data yang dimiliki KPAI, kekerasan seksual pada anak angkanya terus meningkat di setiap tahunnya.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Sep 2016, 04:13 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2016, 04:13 WIB
Pedofil ciri Korban - Liputan6 Siang
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak (romatoday.it)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah elemen masyarakat bergabung, menyerukan suara tolak kekerasan seksual pada anak. Mereka geram atas peristiwa kekerasan yang sudah melewati batas kemanusiaan. Presiden pun bersikap sama.

Rentetan peristiwa kekerasan seksual belakangan ini telah menyebabkan sejumlah anak perempuan di bawah umur jadi korban.

Peristiwa pemicu yang membuat masyarakat geger yaitu tewasnya seorang anak perempuan di Rejang Lebong, Bengkulu, akibat kekerasan seksual yang berakhir dengan pembunuhan. Ironisnya, ini dilakukan oleh sejumlah anak yang masih di bawah umur.

Peristiwa sadis lainnya satu-persatu muncul dari berbagai daerah. Di Kediri, Jawa Timur, korban kekerasan seksual bahkan mencapai puluhan orang. Ayu, salah satunya.

Sekilas tak ada yang ganjil dengan remaja yang baru berusia 15 tahun itu. Namun, di balik itu ada kisah mengenaskan yang menimpa dirinya.

Kekerasan seksual terhadap sejumlah anak di Kediri, Jawa Timur sejak tahun 2015 ini, berbuntut hingga pelaporan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Dari 58 kasus pencabulan oleh terpidana Sony Sandra, hanya dua kasus yang berhasil sampai hingga proses persidangan. Total dari kedua sidang putusan tersebut, Sony Sandra dijatuhi hukuman 19 tahun penjara dengan denda Rp 550 juta.

Hasil pemeriksaan polisi ke sejumlah tersangka kekerasan seksual anak yang terjadi belakangan ini, sebagian dipicu minuman keras dan pengaruh tontonan yang berbau pornografi.

Namun, miras dan pornografi ternyata masih mudah ditemukan di tengah masyarakat. Tim Sigi membuktikannya.

Target awal, penjual minuman keras tak berizin. Sebuah warung terlihat secara terbuka menjual minuman keras.

Di pinggiran Kota Jakarta, lapak minuman keras masih saja ditemui. Lagi-lagi, dijual terang-terangan dengan stok miras yang lebih lengkap.

Giliran materi pornografi fokus berikutnya. Sebuah lapak terlihat cuek saja memajang puluhan film konsumsi orang dewasa.

Selain itu, konten pornografi juga masih mudah diakses lewat internet. Hal ini dipermudah dengan teknologi ponsel pintar yang bisa diakses siapa saja dan kapan saja. Warung internet sasaran berikutnya.

Benar saja, di antara serunya game online, beberapa anak santai menikmati tontonan berbau pornografi tanpa rasa takut.

Kekerasan seksual pada anak tak serta merta dipicu persoalan akses pornografi yang mudah diperoleh. Belakangan, ada pasar yang menyediakan gadis muda di bawah umur berbaur di permukiman warga.

Tempat yang dijadikan lokasi pertemuan awal itu ternyata sebuah rumah warga pada umumnya. Hanya 15 menit menunggu, si gadis muda yang dijanjikan tiba. Untuk urusan eksekusi, cukup di rumah pribadinya saja.

Tim Sigi menelusur lebih jauh. Anak gadis jebolan Sekolah Dasar, dilego keluarga sendiri. Seseorang yang biasa memfasilitasi transaksi ajaib itu membeberkan lebih jauh.

Dari data yang dimiliki KPAI, kekerasan seksual pada anak angkanya terus meningkat di setiap tahunnya.

Peran keluarga dalam memberikan dukungan ataupun semangat untuk bangkit dirasa penting. Sebab, pembentukan karakter anak dimulai sejak dini oleh keluarga terdekatnya.

Peran pendidikan berbasis agama juga mampu membentengi anak dari hal-hal negatif yang merugikan. Benteng terakhirnya, tentu ada di pemerintah.

Kekerasan seksual ataupun tindak kriminal lainnya terhadap anak, harus memiliki payung aturan hukum yang jelas dan mampu memberikan efek jera kepada para pelaku.

Lantas bagaimana kejahatan amoral ini bisa terjadi? Simak kisah selengkapnya dalam tayangan Sigi SCTV edisi Sabtu (17/9/2016) di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya