Liputan6.com, Jakarta - Nota pembelaan Jessica Kumala Wongso dibacakan dengan penuh air mata. Dalam pembelaannya, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin mengungkapkan pengalaman terberatnya selama menjalani proses hukum.
"Salah satu pengalaman terberat saya saat rekonstruksi, banyak sekali polisi. Apa pun tujuannya, berhasil mengintimidasi saya, dengan berbaju tahanan saya mendapat tatapan sinis terutama dari pegawai kafe Olivier," ungkap Jessica sambil terisak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).
Yang lebih hancur, ungkap Jessica, saat keluarga Mirna menatapnya. Saat itu, ia hanya bisa berdoa agar diberikan jalan keluar atas kasus ini.
Advertisement
"Yang paling membuat saya hancur saat bertemu Arif dan Sandy (suami dan adik Mirna). Di balik ekspresi saya yang tenang, saya mau teriak saya tidak bunuh Mirna. Saya terus berdoa supaya Tuhan memberikan jalan keluar," ujar Jessica.
Penderitaannya tak sampai di situ. Jessica melanjutkan, saat rekonstruksi kondisi mal Grand Indonesia sangat ramai pengunjung. Hujatan dan makian pun harus diterimanya dari pengunjung mal yang percaya ia telah membunuh Mirna
"Saya dihujat pengunjung mal sebagai pembunuh berdarah dingin. Malam itu saat kembali ke sel saya mengeluarkan air mata yang tertahan seharian. Saya tidak peduli kondisi sel saya karena tak sebanding dengan kepedihan batin saya," kata Jessica.
Jessica menjadi terdakwa tunggal dalam kasus kematian sahabatnya, Wayan Mirna Salihin. Mirna tewas usai minum es kopi Vietnam yang dipesankan Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. Diduga, kopi tersebut mengandung racun sianida.
Dalam kasus ini, Jessica didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Jessica juga telah dituntut oleh jaksa dengan hukuman penjara selama 20 tahun.