Liputan6.com, Jakarta DPR mendorong masyarakat memberikan masukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Terorisme (UU Anti-Terorisme) yang tengah diproses di parlemen.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Anti-Terorisme, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan, partisipasi tersebut agar implementasi UU Anti-Terorisme di lapangan mudah dipahami semua kalangan. terkhusus, kata dia, dalam konteks kontra radikalisme dan deradikalisasi.
Baca Juga
"Telah banyak silang pendapat berkaitan dengan isi pasal-pasal dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Terorisme. Berbagai pihak menyuarakan kesepahaman dan ketidaksepahaman, terutama terhadap pasal-pasal kontroversial," kata Bobby di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Oktober 2016.
Advertisement
"Namun sayang, masing-masing berangkat dari perspektifnya sendiri-sendiri," dia menambahkan.
Anggota Komisi I DPR ini menjelaskan, hampir tidak ada yang melihat dan memahami revisi UU Anti-Terorisme, dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling bergantung.
"Yakni antara upaya-upaya membangun sistem kewaspadaan dan kesiapsiagaan, pencegahan, perlindungan, penindakan, penanganan dalam proses pemasyarakatan dan reintegrasi sosial," papar Bobby.
Politikus Partai Golkar ini menilai, revisi UU Anti-Terorisme dianggap kurang memberi penekanan pada aspek pencegahan dan penanganan. Di mana keduanya menjadi satu kesatuan upaya penting dalam menghadapi bahaya berkembangnya tindak pidana terorisme.
"Radikalisme dan terorisme ini merupakan musuh bersama, penanggulangan keduanya harus sistematis dan menyeluruh. Tidak bisa ditangani hanya dalam kacamata penegakan hukum semata, karena tidak semua hal dalam konteks penanggulangan radikalisme yang perlu ditangani secara hukum," tutur Bobby.