Eks Mendagri Gamawan Tak Tahu Proyek E-KTP Bermasalah

Gamawan Fauzi kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Okt 2016, 12:27 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2016, 12:27 WIB
20161012-Gamawan-Fauzi-Penuhi-Pemanggilan-KPK-Jakarta-HA
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi duduk menunggu memenuhi panggilan KPK, Jakarta, Rabu (12/10). Pemanggilan Gamawan terkait kasus dugaan korupsi proyek penerapan e-KTP. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Eks Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012. Gamawan yang memenuhi panggilan ini kembali buka suara soal proyek tersebut.

Dia mengatakan, Kemendagri sudah melakukan audit terhadap Rancangan Anggaran Dasar (RAD) untuk pengadaan E-KTP pada saat itu. Audit dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Setelah RAD disusun, saya minta diaudit oleh BPKP. Selesai diaudit BPKP itu saya bawa ke KPK, saya presentasikan di KPK lagi. Saran KPK saat itu, coba didampingi LKPP," ujar Gamawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/10/2016).

Menurut dia, sebelum RAD disusun, sudah ada pembahasan‎ bersama di Kantor Wakil Presiden. Hadir dalam pembahasan itu sejumlah stakeholder terkait.

"Pertama rapat itu di tempat Wapres, dibahas. Ada Menkeu, Bappenas, dan menteri-menteri terkait. Lalu saya meminta, kalau bisa jangan Kemendagri yang mengerjakan ini," ujar Gamawan.

Singkatnya, usai RAD disusun dan diaudit BPKP, tender lelang proyek pengadaan E-KTP dilakukan. Proses tender juga didampingi oleh BPKP dan LKPP bersama 15 kementerian lain.

"Malah saya tidak ikut. Setelah itu selesai tender, panitia lapor ke kami," ucap Gamawan.

Namun, saat menerima laporan dari panitia lelang, dia ragu. Lalu berkas laporan itu dibawa lagi ke BPKP untuk diaudit.

Setelah diaudit di BPKP‎ selama dua bulan dan sebelum kontrak itu ditandatanganinya, Gamawan membawa lagi berkas tersebut ke aparat penegak hukum‎ seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.

"Karena Pasal 83 dalam Perpres 54 itu disebutkan, kalau ada KKN, itu kontrak dapat dibatalkan," ujar Gamawan.

Setelah itu, lanjut dia, usai semua itu dia tidak tahu jika proyek pengadaan itu bermasalah, bahkan sampai berujung korupsi dan merugikan negara. "Tiba-tiba, saya dapat kabar ada kerugian Rp 1,1 triliun. Bagaimana saya tahu kalau ada masalah, karena yang saya pegang kan hasil audit, hasil pemeriksaan," ujar Gamawan.

"Satuan harga diaudit oleh mereka, baru di Kemendagri, didampingi pula oleh BPKP dan LKPP. Ada suratnya, dokumennya. Kemudian saya presentasi lagi di KPK. Sampai akhir tidak pernah ada temuan (masalah)," lanjut dia.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu, diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan negara sampai Rp 2 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya