Liputan6.com, Jakarta - Sejak Januari hingga Oktober 2016, sebanyak 1.301 orang lebih jadi korban tabrak lari di Jakarta. Sebanyak 134 orang di antaranya meninggal dunia.
Meski mengalami penurunan 9 persen, namun tindakan tabrak lari ini sangat merugikan korbannya. Padahal, menurut Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum (Subdit Gakkum) Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto, tabrak lari merupakan tindak pidana kejahatan umum dengan ancaman 3 tahun penjara.
"Itu tindak pidana kejahatan yang diatur dalam Pasal 312 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diancam 3 tahun penjara dan denda Rp 75 juta," jelas Budiyanto kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu (23/10/2016).
Advertisement
Budiyanto menerangkan, pada 2015 lalu korban tabrak lari berjumlah 1.437 orang. Pada 2016, 1.301 orang di Jakarta masih jadi korban tabrak lari.
Dari 1.301 orang yang jadi korban tabrak lari itu, 134 orang di antaranya meninggal dunia, 475 orang mengalami luka berat, dan 764 orang mengalami luka ringan.
Hal ini, jelas Budiyanto, disebabkan masyarakat yang masih saja mengabaikan keselamatan dalam berkendara, baik itu untuk diri sendiri ataupun orang lain. Seharusnya, jika mengalami tabrakan dalam Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 312 mengamanatkan, pengguna jalan yang menabrak harus menghentikan kendaraannya, menolong korban, dan melapor pada kantor polisi terdekat.
Namun sayangnya, amanat undang-undang itu hanya tertulis saja. Sebab, Budiyanto menemukan beberapa faktor yang membuat pelaku tabrak lari tetap membiarkan korbannya menggelepar di jalanan.
"Mereka tak tahu harus berbuat apa dan ingin lepas dari tanggung jawab hukum," ucap Budiyanto.