KPK: Ada Aktor Lain di Kasus Korupsi e-KTP

Agus menjelaskan, tak menutup kemungkinan adanya dugaan suap terkait kasus ini. Terutama soal pengalokasian anggaran untuk proyek e-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 10 Nov 2016, 23:16 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2016, 23:16 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)‎ telah menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011. Keduanya yakni eks Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Irman dan anak buahnya Sugiharto.

KPK pun memastikan tak berhenti pada dua orang itu saja. Sebab, jika melihat dari kerugian negara yang ditimbulkan, KPK menduga ada aktor lain yang turut bermain dalam proyek senilai Rp 5,8 trilun tersebut.

‎"Dari perhitungan BPK, kerugian negaranya kan Rp 2,3 triliun. Jadi pasti bukan (dua orang) ini doang yang bertanggung jawab. Pasti ada aktor yang lain," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/11/2016).

Dia mengatakan, sampai saat ini penyidik terus mengembangkan kasusnya. Pengembangan dilakukan juga untuk mencari bukti-bukti yang kuat untuk menjerat pihak lain. Namun dia belum mau membeberkan pihak lain yang diduga terlibat.

"Itu masih pendalaman. Penyidik masih kumpulkan alat bukti siapa yang bertanggung jawab," ucap Agus.

Dia lebih jauh menjelaskan, tak menutup kemungkinan adanya dugaan suap terkait kasus ini. Terutama soal pengalokasian anggaran untuk proyek e-KTP.

"Kalau terlibat dalam proses alokasi anggaran lalu dalam proses itu terjadi praktik suap, ya mungkin saja. Makanya itu juga yang sedang kita dalami‎," ucap Agus.

KPK sendiri menjerat Irman dan Sugiharto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK sendiri telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih.

Baik Irman maupun Sugiharto dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2 triliun.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya