Petaka Minggu Pagi di Gereja Oikumene

Gereja Oikumene Samarinda dilempar bom molotov, aksi kejahatan kemanusiaan itu merenggut nyawa Intan Marbun, balita berusia 2 tahun.

oleh Ahmad Romadoni Aceng MukaramZainul ArifinAndrie HariantoFelek Wahyu diperbarui 15 Nov 2016, 00:04 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2016, 00:04 WIB

Liputan6.com, Jakarta Intan Marbun, gadis kecil berusia 2 tahun itu sudah tertidur lelap di pangkuan Tuhan-nya di surga. Penderitaannya menahan sakit akibat luka bakar di sekujur tubuhnya sirna pada pukul 04.00 Wita, Senin 14 November 2016.

Kabar meninggalnya bocah balita lucu itu disampaikan oleh pendeta Gereja Oikumene Samarinda, Esra Adin Manulu.

"Pagi ini sekitar pkl 04.00 Wita telah di panggil Bapa di Sorga Intan Marbun," tulis Esra Adin di Facebooknya, Senin 14 November 2016 pukul 04.30 Wita.

Siswi Sekolah Minggu HKBP Samarinda itu adalah salah satu korban teror yang terjadi di Gereja HKBP Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Bom molotov dilempar ke parkiran gereja sekitar pukul 10.30 Wita. Saat itu jemaat gereja selesai beribadah dan menuju ke parkiran. Lima jemaat menjadi korban kejahatan kemanusiaan itu.

Bomber tersebut diketahui bernama Juhanda (32). Setelah melempar bom molotov, Juhanda kemudian melarikan diri dan melompat ke Sungai Mahakam. Warga melihat kejadian tersebut berusaha mengejar Juhanda. Dia akhirnya ditangkap warga dan diserahkan ke pihak Polsek Samarinda.

Salah satu bocah yang jadi korban bom Samarinda, Intan Olivia Marbun menghembuskan napas terakhirnya, Senin subuh pukul 04.00 WITA. (Foto: Facebook)


Samuel Tulung, warga Samarinda yang menangkap pelaku menyatakan, saat itu dia sedang membawa mobil hendak berjualan di Sumalindo. Tiba-tiba orang ramai dan ada kepulan asap dari Gereja Oikumene.

"Saya bertanya ada apa? Warga menjawab ada bom dan kebakaran dan menunjuk pria berambut panjang lari menuju Dermaga Sumalindo," ujar Samuel Tulung.

Tanpa berpikir panjang, Samuel langsung memacu mobilnya, mengejar laki-laki itu.

Namun, saat sampai di tepi Sungai Mahakam, terduga pelaku yang mengenakan kaus berwarna hitam dan celana model kargo berwarna coklat itu, tiba-tiba menghilang.

"Saat saya tiba di dekat dermaga, orang itu tidak kelihatan dan ternyata dia nyebur ke Sungai Mahakam. Saya sempat lihat kepalanya timbul-tenggelam lalu saya melihat ada perahu. Kemudian saya minta pemiliknya agar mengejar pelaku. Awalnya, pemilik perahu tidak mau, tetapi saya katakan akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa," ucap Tulung seperti dikutip dari Antara.

 

Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengutuk keras aksi pengeboman yang terjadi di Samarinda.

Memakai perahu itulah lalu dia bisa menangkap terduga pelaku dan membawa ke atas perahu pengangkut pasir.

"Orang itu sempat menarik kaki saya kemudian saya hajar telinganya sehingga ia melepaskan pegangannya. Saya langsung seret dia ke atas perahu dan ikat, kemudian saya serahkan ke polisi yang ada di Dermaga Sumalindo," tutur Tulung.

Sementara, pendeta Gereja Oikumene, Samion (53), yang juga sempat mengejar terduga pelaku mengatakan, saat itu dia tengah berada di depan gereja dan mendengar ledakan keras disusul semburan api yang menyambar hingga atap gereja.

"Kebetulan, rumah saya berada di depan gereja yang jaraknya sekitar 15 meter. Saat itu, saya mendengar ada ledakan disertai semburan api hingga ke atap gereja dan tak lama saya melihat orang berambut panjang, lari ke aras sungai. Saya kemudian mengejar bersama warga namun orang itu langsung terjun ke sungai," kata Samion.

Siapa Juhanda?

 

Pelalu peledakan sempat dihakimi warga dan menangkapnya saat ia kabur dari gereja.

Juhanda alias Ju bin Muhammad Aceng Kurnia (32) bukanlah pemain baru dalam dunia terorisme. Pada 2011 dia pernah ditangkap dan disidangkan atas kasus bom Puspitek, Serpong, Tangerang. Ju juga terlibat jaringan bom buku.

"Pelaku lama kasus bom di Serpong dan bom buku. Ada kaitan dengan kelompok Pepi Fernando, dan dia sekarang bergabung dengan JAD (Jamaah Ansharud Daulah)," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Kemudian, menurut Kadiv Humas Polri Boy Rafli Amar, Juhanda pernah menjalani hukuman pidana sejak 4 Mei 2011.

"Pelaku pernah menjalani hukuman pidana sejak 4 Mei 2011‎ yang berdasarkan putusan pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor : 2195 / pidsus/2012/PNJKT.BAR tanggal 29 Februari 2012 dengan hukuman 3 tahun 6 bulan kurungan‎," ucap Boy.

Boy mengatakan, pelaku dihukum karena terlibat kasus rencana peledakan Gereja Serpong. Satu rangkaian dengan bom buku.

Ju baru menghirup udara bebas setelah pemerintah memberinya remisi atau pemotongan masa tahanan 2014 lalu.

Ledakan bom di Samarinda.

"Pelaku dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri tanggal 28 Juli 2014. Saat ini pelaku sudah diamankan di Polresta Samarinda," ucap mantan Kapolda Banten itu.

Selain Juhanda, polisi juga menangkap 5 pelaku lain. Namun, polisi tak menyebut identitas mereka.

"Jaringan lama dan bergabung dengan kelompok JAD (Jamaah Anshorut Daulah)," ujar Tito.

Menurut dia, pimpinan kelompok Jamaah Ahshrot Daulah, Aman Abdrurrahman, tengah meringkuk di Nusakambangan. Namun, jaringan ini tetap aktif.

Kini Juhanda tengah diperiksa Detasemen Khusus Anti-Teror 88. Sementara polisi daerah akan membantu penyidikan.

"Personel Densus sedang meluncur ke Samarinda untuk menangani kasusnya," kata Kepala Polres Samarinda Komisaris Besar Setyobudi Dwi Putro.

Sepeda Motor Curi Perhatian

 

Kondisi lokasi ledakan di Samarinda. (Ist)

 

Saat melancarkan aksinya, Juhanda menggunakan sepeda motor berpelat H 2372 PE. Sepeda motor ini sempat mengundang tanda tanya karena tersangka tinggal di Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Samarinda Seberang.

Polri pun menelusuri asal usul sepeda motor tersebut. Ternyata, pemilik motor tersebut adalah seorang warga Demak. Sang pemilik sudah tewas di Suriah pada 2015.

Kapolres Demak, AKBP Heru Sutopo menyebutkan pemilik sepeda motor tersebut berinisial AD. Dia pernah tinggal di Kecamatan Demak, Kabupaten Demak. Dari keterangan kerabat, AD berkuliah dan menikah di Yogyakarta. Dia kemudian tinggal di Imogiri, Yogyakarta, pada 2005.

"Tahun 2011 yang bersangkutan bersama istrinya pindah ke Samarinda karena hendak usaha dan tinggal bersama mertuanya dengan membawa juga sepeda motor Honda Karisma tersebut," kata Heru.

Menurut dia, keluarga mengakui AD mengalami perubahan pola pikir tentang agama. Terakhir kali dia pulang ke Demak pada 2014. Saat itu, dia pulang untuk mengurus jual beli rumah orangtuanya.

"Keluarga kemudian mendapat informasi AD berangkat ke Suriah menggunakan paspor umrah jalur Turki pada 2014. Setahun kemudian, kabar mengejutkan datang karena AD sudah meninggal di Suriah. Nah, terkait siapa yang membawa motor itu, keluarga tidak mengetahuinya," kata Heru.

Dia mengatakan ada jejak yang tertinggal tentang jaringan AD. Sebelum berangkat ke Suriah, AD pernah mengatakan sepeda motornya sering dipinjam teman. Hal itu, lanjut dia, menunjukkan AD memiliki jaringan di Samarinda.

Pada penelusuran itu, polisi menunjukkan foto pelaku pelempar bom molotov kepada keluarga pemilik motor. Namun keluarga AD tidak ada yang mengenalnya.

PGI Minta Tebarkan Pesan Perdamaian

 

Gereja di Kota Batu dapat teror ancaman bom via telepon (Liputan6.com / Zainul Arifin)

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) meminta agar umat Gereja Oikoumene tetap tenang pasca peristiwa ini.

Sekretaris Umum (Sekum) PGI Pendeta Gomar Gultom mengimbau kepada semua umat tetap tenang dan tidak membangun opini liar, terutama di media sosial, yang semakin menebar teror dan kebencian bagi diri sendiri dan masyarakat umum.

"Kami juga mengimbau umat untuk mempercayakan penanganan masalah ini kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia, sesuai prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku di negara kita," ujar dia.

Gomar mengatakan, sebagai warga Indonesia, harus tunduk dan menjunjung tinggi konstitusi dan jangan memaksakan kehendak melampaui mekanisme hukum.

"Kami mengajak umat Kristen terus mendoakan pemerintah Republik Indonesia, untuk dapat menegakkan keadilan dan perdamaian di bumi Indonesia. Pada saat sama, kita terus membangun solidaritas sesama anak bangsa yang berkehendak baik, menuju cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945," kata dia.

Gomar juga meminta penanganan yang tegas, cepat, dan profesional dari pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo atas kejadian pemboman ini.

"Kami juga mengimbau pemerintah untuk dapat mencegah peristiwa sejenis dengan lebih dini menindak tegas bibit-bibit intoleransi dalam rupa ujaran kebencian yang akhir-akhir ini makin marak," sambung dia.

Gomar mengajak agar seluruh komponen masyarakat Indonesia, khususnya para pimpinan agama tetap setia menanamkan dan menebarkan pesan-pesan perdamaian, kemanusiaan, dan kebangsaan kepada umat masing-masing, karena untuk itulah, mestinya, agama-agama hadir di muka bumi ini.

"Segala bentuk aspirasi dan perbedaan pendapat hendaknya dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau melalui mekanisme hukum yang berlaku," Gomar menandaskan.

Presiden Jokowi pun langsung memerintahkan Kapolri untuk menangani kasus ini. Penindakan hukum kepada para pelaku juga harus tegas dan tuntas.

"Saya sudah perintahkan Kapolri untuk segera ditangani dan dilakukan sebuah penindakan hukum yang tegas mengusut secara tuntas pelaku," ujar Jokowi.

Teror Bom Merebak di Gereja dan Vihara

 

Ilustrasi ledakan bom Samarinda. (via: thequestion.ru)


Pasca-teror yang terjadi di Gereja Oikoumene Samarinda, teror bom merebak di gereja dan vihara di wilayah lain.

Gereja Katolik Gembala Baik di Jalan Ridwan 16, Kota Batu, Jawa Timur, mendapat teror telepon ancaman bom, Senin 14 November 2016 pagi. Kemudian tim penjinak bom Brimob Ampeldento Malang pun langsung menyisir seluruh sudut gereja.

Ancaman melalui telepon itu diterima oleh petugas keamanan gereja sekitar pukul 10.15 WIB. "Kebetulan di gereja pagi tadi hanya ada dua petugas keamanan. Seorang di antaranya menerima telepon itu dan menyampaikannya ke pengurus gereja," kata Seksi Komunikasi dan Sosial Gereja, Suntoro, di Batu.

Ibadah pagi telah selesai pukul 07.00 pagi, itu pun di gedung kapel atau biara di depan gereja. Sehingga saat ada teror telepon itu di gereja tidak ada aktivitas peribadatan.

"Tak tahu apakah di dalam ada benda mencurigakan atau tidak. Tapi sekarang di dalam sudah ada pengurus gereja," ucap Suntoro.

Suntoro menambahkan, pastur gereja Romo Michael Agung yang dalam perjalanan ke Blitar langsung balik ke gereja setelah mendapat informasi tersebut. Saat ini, di dalam gereja yang terdiri dari Kepasturan, Gedung Koperasi dan Tempat Ziarah Kanak-kanak Yesus dari Praha itu telah dipenuhi aparat kepolisian.

Aparat bersenjata lengkap berjaga di gereja yang telah diberi police line itu. Tim penjinak bom juga menyisir seluruh area gereja. Belum ada konfirmasi resmi dari kepolisian terkait teror bom tersebut.

"Ini baru kali pertama kami menerima ancaman. Ini jadi pengingat agar kita selalu waspada," kata Suntoro.

Selain gereja, ancaman teror juga terjadi di Vihara Budi Dharma, Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Vihara Budi Dharma dilempat botol pada Senin 14 November pukul 03.15 WIB. Vihara ini terletak di Jalan Gusti Situt pesisnya depan BCA Kota Singkawang.

"Dilempar botol kecil oleh orang dua bersepeda motor yang tidak dikenal," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisaris Besar Polisi Suhadi SW.

Ia menyatakan, berdasarkan keterangan penjaga bernama Agung Maalim (51 tahun) dan Bong Lie Fen (49 tahun), mereka mendengar suara pecahan kaca dan melihat percikan api di halaman Vihara. Keduanya pun langsung memadamkan percikan api itu.

"Berdasarkan olah TKP yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resort Singkawang, di lokasi tersebut ditemukan pecahan kaca yang diduga dari botol, ada kain dan ada bau minyak tanah, yang kesemuànya itu diduga sebagai bahan bom molotov," kata Suhadi.

Dia menjelaskan, berdasarkan keterang saksi mata bernama Bong Lie Fen, dia melihat dua orang pelaku menggunakan sepeda motor dan melempar botol yang diduga bom molotov dari gang di sebelah Vihara yang tidak diawasi oleh penjaga.

"Akibat pelemparan tersebut tidak ditemukan adanya korban jiwa maupun harta benda," ungkap Suhadi.

Polres Singkawangpun langsung membentuk tim khusus di bawah Pimpinan Kasat Reskrim untuk menangkap pelaku.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya