Liputan6.com, Kutai Timur - Suasana di negeri ini cukup memanas, setelah kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Isu politik dan agama disebut-sebut dicampur adukan jadi satu.
Wakil Ketua MPR Mahyudin mengistilahkan, tembang lama yang kembali didendangkan orang baru. Atau cara lama untuk memecah-belah Republik Indonesia, hanya saja menggunakan wadah baru, media sosial.
Baca Juga
"Soal agama dan politik di Indonesia sudah selesai di tahun-tahun awal kemerdekaan kita," kata Mahyudin dalam sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di di Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Sabtu (19/11/2016).
Advertisement
Menurut Mahyudin pertentangan agama dan politik sudah lama selesai saat perumusan Pancasila. "Sudahlah, kita sudah pernah melewatinya."
"Saat perumusan Pancasila pertama, ada usulan di sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kewajiban untuk Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya," terang dia.
Namun, lanjut Mahyudin, perdebatan itu tak bertahan lama. Sebab, yang berjuang demi kemerdekaan Republik Indonesia tak hanya kaum Muslim, maka sila pertama Pancasila itu diubah.
"Saudara kita dari timur Indonesia yang mayoritas Kristen keberatan, dan akhirnya diubah jadi Ketuhanan Yang Maha Esa saja," jelas dia.
Setelah 70 tahun lebih, ke-Bhinekaan Indonesia kembali diuji. Mahyudin menyebut, dengan kemajuan teknologi, terutama adanya ruang publik baru bernama media sosial, membuat nilai-nilai Pancasila luntur.
"Internet ini membuat tak ada lagi batas, bahkan batas negara. Masuklah paham-paham baru itu untuk menggerogoti Pancasila," kata dia.
Sayembara Berhadiah
Mahyudin menilai fenomena yang belakangan terjadi di Tanah Air, bukan berarti melunturkan nilai-nilai Pancasila. Dia membuktikan saat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Dalam sosialisasi di Gedung Serbaguna Kabupaten Kutai Timur, Mahyudin mengadakan sayembara dadakan kepada peserta. Ia mengiming-imingi hadiah Rp 200 ribu, untuk siapa saja yang mampu membaca Pembukaan UUD 1945, Pancasila, jumlah provinsi di Indonesia, hingga Dasa Dharma Pramuka.
Betapa antusiasnya para pelajar sekolah hingga pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkab, berebut menyanggupi tantangannya Mahyudin. Ada yang salah, ada yang benar.
Keriuhan ribuan hadirin pun meramaikan sosialisasi Empat Pilar tersebut. Mereka menyoraki peserta sayembara yang salah menyebutkan Pembukaan UUD 1945.
Tak hanya Pembukaan UUD 1945, Mahyudin juga menantang para peserta menjawab pertanyaan seputar Empat Pilar Kebangsaan.
"Mereka semua hafal, pelajar, anak-anak muda, semuanya hafal dan mengerti Pancasila, UUD, serta ke-Bhinekaan. Namun dalam pengamalannya butuh bimbingan kita bersama," kata Mahyudin.
Mahyudin pun menyinggung, isu SARA yang kini membelit Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dia mengimbau kepada masyarakat agar masalah ini tak dibesar-besarkan, karena dia khawatir akan merembet ke daerah lain dan lini kehidupan rakyat lainnya.
"Kalau kasus pak Ahok itu agama yang dicampur politik, pak Ahok ini saja yang mau menanggapi hal-hal seperti itu. Kalau ia tak tanggapi, tentu hal ini tak terjadi," tutup Mahyudin.