Begini Maksud Akom Sebut 'Rapopo' Lepas Kursi Ketua DPR

Menurut Ade, sebagai penyelenggara negara, dirinya haruslah taat pada peraturan yang ada.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 30 Nov 2016, 06:30 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2016, 06:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan aku rapopo atau saya tidak apa-apa, menyusul rencana pengembalian jabatan yang didudukinya kepada rekan separtainya, Setya Novanto.

Lantas apa makna di balik statement aku rapopo itu? Politikus yang karib disapa Akom ini hanya menjelaskan secara diplomatis.

"Saya ini kan orang campur Jawa-Sunda, leluhur saya Jawa, terus saya lahir di Sunda, bapak saya orang Sunda juga. Jadi saya yah campur-campur gitu," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11/2016).

Ade menyebutkan istilah rapopo sudah umum digunakan, tak terkecuali Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Orang Jawa semua bilang itu, ah. Karena kan disampaikan oleh Presiden jadi terkenal dong. Ikut nebeng deh. Enggak (ada makna khusus), ya tentu bahasa orang Jawanya kan, ya tidak apa-apa. Teu sawios, enggak apa-apa gitu loh," papar dia.

Apakah akan mengambil langkah politik terkait rencana pergantian jabatannya di DPR? Ade justru bercerita soal pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Waktu saya ketemu Ibu (Megawati), beliau cerita panjang lebar, dua jam kurang sedikitlah. Terus cerita yang saya ini selalu pegang aturan. Itu semakin meneguhkan saya yang selama ini patokannya seperti itu, untuk selalu dalam menjalankan semuanya, patokan kepada aturan yang ada," cerita dia.

Menurut Ade, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai penyelenggara negara, dirinya haruslah taat pada peraturan yang ada.

Karena itu, Ade siap mengikuti proses dan mekanisme yang berlaku, terkait rencana pergantian jabatannya. Partai Golkar akan mengembalikan kursi Ketua DPR kepada Setya Novanto.

"Saya sampaikan pada malam tadi, saya akan proses sesuai aturan yang berlaku. Saya jamin itu berjalan sesuai aturan, artinya kalau terjadi apa-apa yang penting proses sesuai aturan yang berlaku, tidak boleh ada benjol-benjol dikit," tutur dia.

Proses atau mekanisme, menurut Ade, harus dipatuhi sesuai peraturan yang ada. Dia pun mengingatkan soal keputusannya terkait permasalahan Penyertaan Modal Negara (PMN), yang berujung pada pelaporan Komisi VI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

"Misalnya Komisi VI, betapa saya teguh untuk taat aturan agar putusan Komisi VI saya teruskan. Saya bilang ke rapim (rapat pimpinan) lalu Bamus (Badan Musyawarah) dan kesimpulannya dibicarakan Komisi VI dan Komisi XI. Saya jadi anggota DPR dari (tahun) '97, saya pahami," tegas dia.

"Harus persetujuan Menkeu dan pencairannya Menkeu. BUMN itu milik Menkeu atas nama negara RI. Berarti kita libatkan Menkeu. Menkeu mitra Komisi XI, sehingga tidak bisa prosesnya Komisi VI saja, urusan PMN dan privatisasi sehingga melibatkan Komisi XI," sambung Ade.

Terkait aduan ke MKD DPR, Ade juga mengaku tidak apa-apa. Dia siap menjalani proses di lembaga etik anggota dewan itu, untuk menjelaskan permasalahan tersebut.

"Saya diadukan rapopo. Saya akan jelaskan, saya tidak langgar. Apalagi soal tembakau. Kelihatan diada-adain, publik yang nilai. Karena diada-adain maka publik nilai, saya akan ikuti dengan baik," Ade menandaskan.

Ade Komarudin sebelumnya menanggapi terkait keputusan DPP Golkar, yang ingin mengembalikan kursi Ketua DPR kepada Setya Novanto. Dia mengatakan kapanpun siap dan ikhlas menerima keputusan itu.

"Bahasa Jawanya, aku rapopo, bahasa Sundanya teu sawios. Terlebih-lebih demi keutuhan NKRI," tegas Ade Komarudin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya