Anggota Komisi III DPR Minta Mafia Karantina di Bandara Soetta Ditindak Tegas

Habiburokhman menyatakan, pihaknya akan mengawal terus kasus mafia karantina kesehatan tersebut hingga pelakunya dihukum berat.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 28 Apr 2021, 18:35 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2021, 16:16 WIB
Habiburokhman
Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra, Habiburokhman saat memberikan keterangan pers di Kantoor DPP Gerindra, Jakarta, Rabu (8/11/2017). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta Polri membongkar praktik dugaan mafia karantina kesehatan yang meloloskan penumpang kedatangan dari luar negeri melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang.

Habib mengatakan Polri harus menindak tegas para oknum dari berbagai instansi yang bermain-main dengan keselamatan masyarakat di tengah pandemi virus corona Covid-19 ini.

"Makannya, oknumnya harus jelas, diumumkan siapa, identitas namanya siapa, instansi dari mana, harus diproses secara hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (28/4/2021).

Politikus Gerindra itu mengatakan, para pelaku bisa dijerat pidana dengan UU tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. Sebab, menurutnya, para mafia karantina ini diduga turut memalsukan dokumen kedatangan WNI atau WNA.

"Karena saya duga pasti sudah terjadi pemalsuan dokumen. Orang yang belum diperiksa atau positif Covid-19 bisa lolos gitu loh. Karena adanya suap-menyuap itu," ujar Habib.

Dia meyakini, mafia karantina ini tak bermain sendiri dalam melakukan aksinya. Menurutnya, mustahil hanya satu orang bisa meloloskan WNI atau WNA yang datang dari luar negeri tanpa melakukan kewajiban karantina kesehatan.

"Karena ini kan ada berbagai instansi di airport itu. Enggak mungkin hanya bisa lolos dengan satu orang, pasti ada beberapa orang yang bekerja sama meloloskan ini," katanya.

Lebih lanjut, Habib mengatakan para mafia karantina ini tak hanya melanggar protokol kesehatan, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat di tengah pandemi. Ia khawatir pelonggaran seperti ini bisa membuat Indonesia seperti India.

"Ini bukan tindak pidana pencurian orang yang korbannya individual, ini tindak pidana serius yang korbannya masyarakat secara keseluruhan. Saya akan kawal terus supaya orang ini dihukum berat," ujarnya.

 

Mafia Karantina Patok Tarif Rp 6,5 Juta

FOTO: Polisi dan Tentara Jaga Hotel Tempat Karantina Warga India
Polisi melakukan pengamanan di sekitar Hotel Holiday Inn, Gajah Mada, Jakarta, Minggu (25/4/2021). Satgas Penanganan COVID-19 menyiapkan Hotel Holiday Inn sebagai tempat karantina bagi 141 WNA khususnya asal India yang negatif COVID-19 untuk dipantau 14 hari ke depan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Berdasarkan Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020, WNA yang berkunjung ke Indonesia harus memiliki antara lain visa kunjungan, kitas, hingga kitap. Selain itu, menunjukkan hasil negatif Covid-19 di negara asal sebelum berangkat.

Bagi WNI apabila hasil tes PCR negatif Covid-19, mereka tetap harus melaksanakan karantina mandiri di hotel selama 5 hari di Wisma Pademangan. Setelah 5 hari dan hasil tes ulang tetap negatif, mereka boleh pulang.

Sementara itu, WNA yang negatif Covid-19 diminta karantina mandiri di hotel repatriasi yang telah mendapatkan sertifikasi oleh Kementerian Kesehatan. Setelah 5 hari dan hasil tes ulang tetap negatif, mereka boleh pulang.

Berdasarkan informasi, dari 30 hotel yang menjadi lokasi karantina, hanya 20 hotel yang terdapat petugas KKP. Kemudian ada hotel yang tak terdaftar menerima karantina.

Selain itu, terdapat hotel yang lokasinya berada di dekat pusat perbelanjaan. Ada juga hotel yang menempatkan WNA/WNI dikarantina satu lantai dengan tamu umum. Terakhir identitas asli seperti paspor, kitas tidak disimpan di Resepsionis Hotel.

Sebelumnya, aparat Polda Metro Jaya membongkar praktik mafia di Bandara Soetta. Jaringan mafia tersebut meloloskan WNI yang baru tiba dari India masuk ke Indonesia tanpa menjalani kewajiban karantina kesehatan.

WNI berinisial JD itu mengaku membayar uang Rp 6,5 juta kepada pelaku agar bisa kembali ke tanah air tanpa mengikuti prosedur karantina. Dalam kasus ini, polisi telah menangkap tiga orang pelaku masing-masing berinisial S, RW, dan GC.

Kini empat orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya