Liputan6.com, Jakarta - Beredar dokumen rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Draf itu memuat sejumlah pasal-pasal dalam UU 30/2002 yang dihapus, diubah dan ditambah. Satu di antaranya yaitu tidak adanya kewenangan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti perkara korupsi.
Menanggapi beredarnya dokumen tersebut, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung bereaksi. Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad membantah kebenaran dokumen tersebut.
Advertisement
"Kami dengan anggota yang ada mengecek kondisi itu, ternyata tidak benar," kata Noor Rachmad di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Ia mengaku telah menanyakan langsung ihwal dokumen tersebut kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif.
"Saya rapat tadi pagi di Kementerian Hukum dan HAM ketemu dengan Pak Laode Syarif, ternyata memang tidak ada. Oleh karena itu bahwa sementara ini barang itu enggak ada. Saya baca rilis dari Johan Budi, di Setneg katanya enggak ada juga," terang Noor Rachmad.
Â
Menurut Noor Rachmad, Kejagung sampai saat ini masih memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti perkara korupsi. "Karena kita juga punya kewenangan yang ada," tandas Noor Rachmad.
Draf tersebut terdiri dari tujuh halaman, satu di antaranya berisi pengantar dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam pasal 11, ayat 2 disebutkan, KPK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.
Dalam draf itu juga disebutkan, jika Perppu ini berlaku maka UU No 16/2004 tentang Kejaksaan Agung tak berlaku lagi sepanjang mengenai tindak pidana korupsi.