Â
Liputan6.com, Jakarta Kepala Bidang dan Penindakan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Imron, rampung menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usai diperiksa penyidik KPK, Imron mengaku tak mengenal dengan penyuap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, Basuki Hariman.
Advertisement
"Enggak. Enggak kenal (dengan Basuki Hariman)," ujar Imron saat keluar dari Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa malam (21/3/2017).
Imron dan dua pejabat Bea Cukai lainnya yakni Direktur Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Harry Mulya, dan Kepala Subdirektorat Intelejen Bea dan Cukai Tahi Bonar Lumban Raja, diperiksa KPK sebagai saksi bagi tersangka Basuki Hariman.
Saat dicecar perihal adanya dugaan penyimpangan dari Bea Cukai, Imron tak mau berbicara. "Karena saya bukan dari yang terkait untuk berbicara, pak," kata dia.
Sama halnya ketika disinggung perihal dokumen yang disita penyidik KPK dari kantor pusat Bea Cukai, Imron juga bungkam. "Nanti ditanya ke penyidik saja. Bukan kewenangan saya," kata dia.
Pemeriksaan terhadap pejabat Bea Cukai ini terkait kasus dugaan suap impor daging, untuk saksi tersangka Basuki Hariman, yang merupakan bos importir daging.
"Pemeriksaan untuk tersangka Basuki Hariman, masih dalam perkara uji materi di MK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga menerima suap uji materi Undang-Undang No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Basuki Hariman dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Â