Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkap proses pemeriksaan terhadap mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani. Miryam sempat diperiksa empat kali oleh penyidik terkait kasus korupsi e-KTP.
Menurut Novel, tidak ada intimidasi atau tekanan saat dia dan tim penyidik lain menggali keterangan kepada Miryam.
"Setiap memeriksa saksi (Miryam), kami membiarkan saksi untuk bercerita lebih dahulu. Setelah bercerita, dari situ kami baru mulai menggali keterangan lainnya," ujar Novel Baswedan saat bersaksi dalam sidang kasus e-KTP di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Advertisement
Hal itu juga dibenarkan dua penyidik lainnya, yakni Irwan Susanto dan Damanik. Menurut Novel, Miryam juga memberikan keterangan melalui tulisan tangan.
"Saksi menulis keterangan penting dan pokoknya, itu yang menjadi acuan kami buat BAP. Itu ditulis dengan tangannya sendiri," kata Novel.
Setelah diketik, keterangan dari Miryam dicetak dan diberikan kembali kepada Miryam. Penyidik menyarankan Miryam untuk melakukan koreksi.
"Betul, dia bubuhkan tanda tangan, kami print, kami cetak, kemudian kami sampaikan kepada saksi silakan dikoreksi, silakan dicoret-coret. Memang ada beberapa yang dicoret dan kami setuju, kami ketik ulang, print ulang, dan saksi paraf," kata Irwan Susanto.
Pada sidang Kamis, 23 Maret 2017, Miryam menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Miryam mengaku tertekan saat diambil keterangan oleh tiga penyidik KPK.
Miryam merupakan salah satu saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam disebut sebagai pihak yang membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP sebesar US$ 23 ribu.
Dua mantan anak buah Gamawan Fawzi saat masih menjabat sebagai Mendagri, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana korupsi e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai "operator utama" bancakan proyek e-KTP.