Liputan6.com, Jakarta - Dua calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang saat ini masih menjabat, Arief Budiman dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah mendapat kritikan dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU yang digelar Komisi II DPR, Senin malam 3 April 2017.
Anggota dewan menyoroti sikap KPU yang sebelumnya mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keharusan KPU melaksanakan hasil konsultasi dengan DPR, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Baca Juga
"KPU periode lalu tidak sejalan. Kita sudah sepakat, tapi KPU minta judicial review ke MK, minta dibebaskan kewenangannya," kata Zulkifli Anwar anggota Komisi II Fraksi Demokrat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.
Advertisement
Ia menambahkan, keputusan untuk memilih kembali Arief dan Ferry sebagai Komisioner KPU periode 2017-2022 bergantung pada sikap keduanya. Jika mereka menerima keharusan aturan yang menyebut hasil konsultasi dengan DPR mengikat, maka Zulkifli mengatakan akan memilih keduanya lagi.
"Kalau Pak Ferry, Pak Budiman sepakat, saya pilih. Saya pernah belajar ilmu psikologis pandang-memandang. Kayaknya Pak Arief masih mau menentang Komisi II, senyum bapak sinis," ucap Zulkifli.
Menanggapi itu, Arief menjelaskan bahwa KPU merupakan mitra baik Komisi II. Terbukti mereka tak pernah memperdebatkan perihal penyusunan regulasi undang-undang terkait kewajiban KPU melaksanakan hasil konsultasi.
Kendati begitu, keharusan yang diatur dalam UU tersebut ia nilai cukup merisaukan, khususnya terkait adanya perbedaan pendapat di kalangan DPR atas kewajiban tersebut.
"Jadi kami, justru lebih nyaman jika KPU bisa menyimpulkan mandiri itu tadi atau independen. Menurut saya, jauh lebih nyaman bagi kami kalau misalnya kebijakan KPU dinilai salah atau tidak sesuai, ada ruang untuk mengoreksi peraturan KPU. Peratutan KPU bukan tidak bisa dikoreksi jika bertentangan dengan UU," terang Arief.