Liputan6.com, Jakarta - DPR menggelar rapat sidang paripurna ke-22 tahun sidang 2016-2017 hari ini. Salah satu agendanya adalah membacakan surat masuk ke pimpinan DPR terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan sejumlah anggota dewan dari Komisi III.
"Sidang dewan yang kami hormati, kami beritahukan bahwa pimpinan menerima empat buah surat," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat membuka rapat, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Dua buah dari DPD RI yaitu HM.31/267/C/DPD/3/2017 tanggal 31 Maret 2017 perihal penyampaian rekomendasi DPD RI. Surat HM.31/267/D/DPD/3/2017 tanggal 31 Maret 2017 perihal hasil pengawasan DPD RI.
Advertisement
"Sementara dua buah surat dari alat kelengkapan DPR RI yaitu surat Komisi III DPR RI dengan nomor 032DW/KOM3/MP4/IV/2017 tanggal 20 April 2017 perihal permohonan hak angket," ujar Fadli.
Selain itu, Fadli juga membacakan surat Komisi VI soal TU/64/Kom6/DPR RI/4/ 2017 tanggal 18 April 2017 perihal hasil pembahasan RUU praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
"Untuk surat tersebut, sesuai peraturan DPR nomor 1/2014 akan dibahas sesuai mekanisme berlaku," ucap Fadli.
Usulan hak angket merupakan lanjutan dari pembahasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR dengan KPK, di mana anggota Komisi III DPR meminta agar lembaga itu membuka BAP dan rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.
"Apakah nama-nama yang disebut dalam pernyataan Miryam itu direkam atau tidak. Jika direkam kami akan minta (diperdengarkan). Kalau tidak ada pernyataan dari Miryam berarti ini kan mengada-ada," kata Bambang di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 18 April 2017 malam.
Miryam S Haryani merupakan mantan anggota Komisi II DPR yang kemudian menjadi anggota Komisi V DPR. Miryam merupakan tersangka dalam kasus pemberian keterangan tidak benar dalam persidangan kasus mega korupsi e-KTP.