2 Penyuap Pejabat Bakamla Dituntut 2 Tahun Penjara

Pemberian uang itu untuk pemenangan PT Melati Technofo milik Fahmi Darmawansyah dalam tender proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Mei 2017, 12:14 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2017, 12:14 WIB
20161220-Adami-Okta-HA1
Muhammad Adami Okta meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (20/12). KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut dengan barang bukti berupa uang senilai Rp2 miliar. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan kepada Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Permintaan Jaksa KPK tersebut karena Adami dan Hardy dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama Fahmi Darmawansyah. Mereka dinyatakan telah menyuap dengan memberikan sejumlah uang kepada pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Pemberian uang itu untuk pemenangan PT Melati Technofo milik Fahmi Darmawansyah, dalam tender proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla. Adami dan Hardy merupakan pegawai di perusahaan milik suami artis Inneke Koesherawati itu.

"Adami dan Hardy secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Bos PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah, dengan memberikan sejumlah uang kepada pejabat di Bakamla," ujar Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2017).

Adapun sejumlah uang yang diberikan oleh Adami dan Hardy kepada pejabat Bakamla senilai SGD 209.5 ribu, US$ 78.5 ribu, dan Rp 120 juta. Suap diberikan masing-masing kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar SGD 105 ribu, US$ 88.5 ribu, dan Euro 10 ribu.

Sedangkan Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi menerima sebesar SGD 105 ribu. Kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan, Adami dan Hardy menyuap sebesar SG$ 104.5 ribu dan kepada Kepala Sub bagian Tata Usaha Sekretaris Utama Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta.

Jaksa KPK menganggap Adami dan Hardy terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya