Liputan6.com, Jakarta - Pendukung Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI mengabulkan penanggungan penahanan. Mereka berharap dengan ditangguhkannya penahanan, Ahok bisa kembali menjabat sebagai gubernur.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan, penangguhan penahanan tidak serta merta mengembalikan status Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selama statusnya masih tahanan, Ahok dianggap tidak bisa menjalankan tugas sebagai gubernur.
"Misalnya, banding diputuskan tahanan kota, saya enggak melihat bebasnya, enggak melihat kotanya. Ditahan. Soal ditahan, ditahan di Cipinang, ditahan di Brimob, ditahan di kota, tahan kampung, tahan RW, kan ditahan. Pengertian ditahan bahwa dia tidak bisa melaksanakan tugas pemerintahannya," jelas Tjahjo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (12/5/2017).
Advertisement
Selain memvonis 2 tahun penjara, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara juga memerintahkan Ahok ditahan. Keputusan ini dinilai sebagai satu kesatuan.
Hal ini diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 65 ayat 3 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal itu menegaskan, kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Karena itu, Tjahjo dengan cepat menunjuk Djarot Saiful Hidayat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta. Penunjukan tersebut semata-mata agar tidak ada kekosongan pemerintahan. Selain itu, kewenangan wakil gubernur tidak bisa menandatangani berkas.
"Kenapa kami percepat kemarin? Surat menyurat satu hari, bisa satu koper dua koper, bisa tiga koper. Jangan sampai terhambat pengambilan keputusan di DKI. Wagub tidak berwenang untuk teken surat. Itu saja," ujar Tjahjo terkait penunjukan Djarot menggantikan Ahok.