Liputan6.com, Padang Indonesia memiliki potensi sumber daya air nomor 5 terbesar di dunia dengan potensi mencapai 2,7 triliun meter kubik pertahun, namun distribusinya tidak merata. Ada wilayah yang sering dilanda kekeringan, di sisi lain ada wilayah yang sering dilanda banjir.
Sebagian besar potensi air ini belum termanfaatkan dan terbuang ke laut. Padahal jika dimanfaatkan dengan baik, air dapat menjadi pensupplai air baku, untuk irigasi, pembangkit tenaga listrik dan pencegah bencana. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, Indonesia perlu memiliki banyak bendungan.
Dibandingkan Tiongkok yang potensi airnya hampir sama dengan Indonesia yakni 98.000 bendungan, jumlah 230 bendungan Indonesia tentu masih jauh dari kata ideal. Oleh kerena itulah Kementerian PUPR menargetkan 65 pembangunan bendungan periode 2015-2019 yang terdiri dari 49 bendungan besar baru dan 16 bendungan on going.
Advertisement
Berkaitan dengan pembangunan bendungan besar ini Direktur Jendral Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Imam Santoso saat Seminar Nasional Bendungan Besar 2017 dengan tema "Bendungan sebagai Infrastruktur Pengendali Banjir dan Kekeringan" di Padang, Sumatera Barat, Rabu (17/5) kepada peserta seminar mengingatkan tentang pentingnya pembangunan bendungan berkelanjutan.
Menurutnya Imam, pembangunan bendungan harus semaksimal mungkin menjamin mata pencaharian penduduk terdampak pembangunan bendungan.
"Pembangunan bendungan harus mengantisipasi kemungkinan penyebaran penyakit melalui air (misalnya malaria, demam berdarah, dll). Untuk mengantisipasi akibat banjir yang lebih besar, pembangunan bendungan harus diikuti pengendalian pemanfaatan ruang dengan lebih ketat," jelasnya.
Pembangunan bendungan, lanjut Imam akan memberikan manfaat tidak hanya dari sisi makro-ekonomi nasional, namun harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
"Proyek bendungan tidak hanya mengejar manfaat ekonomi, namun juga pengembangan sosio-ekonomi penduduk setempat, dan harus mencegah urbanisasi," ujarnya.
Imam pun akan memastikan bahwa bendungan yang akan direncanakan dan dibangun dengan cara yang ramah lingkungan, sosial dan ekonomi. Menurutnya Indonesia perlu belajar dari negara maju seperti Korea Selatan yang memiliki banyak bendungan.
“Korea punya 175,000 bendungan padahal negara kecil. Jauh dari Indonesia. Jadi fungsi bendungan juga untuk rekreasi eco-park dan kolam renang sehingga masyarakat senang. Kita ingin belajar dari mereka pengelolaan bendungan yang berkelanjutan, apalagi tahun 2022 Indonesia akan memiliki lebih dari 295 bendungan,“ kata Imam Santoso.
Tantangan Utama Pembangunan Bendungan
Imam Santoso mengatakan bahwa ada dua tantangan utama dalam pembangunan bendungan yakni secara teknis dan non teknis.
"Secara teknis kita punya para ahlinya untuk bisa membangun bendungan, ada kesulitan fondasi, hitungan hidrologi dan sebagainya bisa diselesaikan para ahlinya. Masalah non teknisnya ini berkaitan dengan pembebasan lahan, sosial masyarakat, dan ekosistem yang menjadi lokasi bendungan," ungkap Imam Santoso.
Masalah non teknis inilah, menurut Imam yang sering kali berpengaruh pada masalah teknis sehingga terjadi keterlambatan pembangunan bendungan. Imam mengambil contoh pembangunan bendungan Jatigede yang bertahun-tahun terjadi.
Terkait pembangunan bendungan, Imam juga mengingatkan bahwa operasional dan maintenance bendungan menjadi hal yang penting agar usia bendungan sesuai rencana.
"Di Indonesia itu terus membangun tapi terlupakan maintenancenya agar bendungan bisa berfungsi sesuai desain rencananya. 65 bendungan yang kita bangun ini, operations and maintenance harus sesuai dengan fungsi dan rencana, minimal 50 - 100 tahun,” jelas Imam Santoso.
Berkaitan dengan pembangunan dan operasional puluhan bendungan besar yang dikerjakan bersamaan, Imam menegaskan bahwa kebutuhan para ahli untuk di lapangan, pengawasan, dan perencanaannya cukup banyak, sehingga keterlibatan Universitas untuk membuka beberapa program studi mengenai bendungan diperlukan sebagai langkah melahirkan para ahli bendungan.
Selanjutnya para ahli ini, kata Imam Santoso harus memiliki sertifikasi keahlian dari Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan. Di KNI-BB ini ada satu unit namanya Unit Sertifikasi. Itu adalah unit yang menerbitkan sertifikat keahlian bendungan.
"Kalau dia sudah punya sertifikat keahlian utama berarti dia sudah punya kualifikasi untuk melakukan penyelesaian secara keseluruhan. Nah kami mensyaratkan, kalau 1 konsultan harus mempunya 1 ahli yang bersertifikat Komite Nasional Bendungan. Ini menjamin bahwa desain yang dia buat sesuai dengan kaidah - kaidah keamanan bendungan," jelasnya.
Seminar Nasional Bendungan Besar 2017 dimoderatori oleh Dr. Ir. Ares Effendy dari KNI-BB dan menghadirkan pembicara Wakil Rektor Universitas Andalas, Dr. Ir. Endry Martinus, M.Sc, dan Executive Director Asia Water Council, Yongdeok Cho dari Korea yang secara khusus memaparkan pengelolaan dan pemanfaatan bendungan di Korea yang jumlahnya mencapai ratusan ribu bendungan.
Powered By:
Direktorat Jendral Sumber Daya Air - Kementerian Pekerjaan Umum
Advertisement