Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kemendagri dan DPR masih mencari formula untuk merumuskan Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Hal ini tentu akan berdampak pada Pemilu Legislatif dan Presiden 2019 yang digelar serentak.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan, molornya pembahasan revisi UU Pemilu, yang seharusnya selesai akhir Mei namun pindah ke Juni, tidak perlu terjadi. Ia juga berharap undang-undang tersebut agar tidak diubah lima tahun sekali.
Belum lagi, ia menambahkan, isu dan pembahasan terkait revisi UU Pemilu hanya berputar-putar di tempat. Hal itu, diduga kuat karena pelaksanaannya dilakukan serentak. Karena itu, Jusuf Kalla mengaku, Pemilu 2019 tergolong terumit di dunia
Advertisement
"Prinsipnya sebenarnya berputar di situ saja. Treshold-nya berapa. Walaupun memang ini ada perubahan mendasar akibat Pileg dan Pilpres 2019. Ini nanti adalah pemilu terumit di dunia. Ini bisa menimbulkan masalah, karena akan menimbulkan kerumitan luar biasa," ucap dia di rumah dinas, Jakarta, Selasa, 23 Mei 2017.
Salah satu aspek yang menjadi perhatiannya adalah sistem pemilihan terbuka atau tertutup. "Kalau diubah tertutup masih lumayan. Karena faktor yang dihitung tidak banyak. Tapi kalau terbuka, ini rumit," ujar JK.
Soal ambang batas mencalonkan presiden atau presidential treshold juga menjadi perhatian mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Pria yang pernah menjadi pendamping Susilo Bambang Yudhoyono itu mengatakan, ambang batas itu diperlukan.
"Kemudian soal treshold. Kalau dari sisi saya, pribadi atau pemerintah sebaiknya harus ada treshold," pungkas Jusuf Kalla.