Liputan6.com, Jakarta - Larangan penggunaan alat tangkap ikan, cantrang, terus menuai protes dari para nelayan. Pemerintah pun akan mengkaji ulang dampak aturan ini dari 3 aspek.
"Evaluasi itu menyangkut tiga hal. Satu menyangkut pembiayaan. Aspek pengadaan cantrang atau alat pengganti cantrang. Dievaluasi apakah pada akhir tahun itu sudah bisa diterapkan atau belum," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 11 Juli 2017.
Baca Juga
Berdasar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, seluruh nelayan dilarang menggunakan cantrang sebagai alat tangkap. Hanya saja, pemerintah memberi kelonggaran agar nelayan bisa beralih dari cantrang ke alat tangkap lainnya. Aturan itu baru benar-benar dilaksanakan pada awal 2018.
Advertisement
Selama itu, pemerintah terus menyalurkan alat tangkap pengganti cantrang kepada nelayan dengan kapal di bawah 10 GT. Sedangkan, nelayan dengan kapal di atas 10 GT harus membeli sendiri alat tangkap baru.
Pada sisi lain, nelayan kesulitan pendanaan bila harus membeli sendiri alat tangkap pengganti cantrang. Hal inilah yang menjadi keberatan para nelayan.
"Mereka (nelayan) meminta pemerintah mencabut Permen KKP soal pelarangan cantrang. Karena menurut mereka cantrang itu tidak merusak lingkungan. Mereka bisa buktikan. Secara ekonomi, pelarangan itu juga sangat memukul," imbuh Teten.
Teten menambahkan, masih ada perbedaan pandangan antara nelayan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. KKP menilai, penggunaan cantrang bisa merusak lingkungan khususnya terumbu karang dan ikan kecil.
Sedangkan, nelayan merasa tidak merusak karena ada ikan-ikan kecil yang biasa dikonsumsi dan terjangkau harganya. Sehingga masyarakat masih bisa membeli ikan hasil tangkapan menggunakan cantrang.
"Presiden memperhatikan aspirasi nelayan karena kebijakan ini. Kami akan tinjau kembali kebijakan itu untuk kita putuskan," pungkas Teten.
Â
Saksikan video menarik di bawah ini: