Liputan6.com, Jakarta - Anda sering menerima penawaran kartu kredit dan asuransi via telepon? Bisa jadi ini jawaban atas keresahan Anda. Data nasabah perbankan tersebut bocor dan diperjualbelikan. Polisi menangkap orang di balik jual beli data nasabah yang bersifat rahasia itu.
Penangkapan dilakukan Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang Bareskrim Polri. Penyidik menggelandang C (27) untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya karena melawan hukum.
Baca Juga
Modus jual beli data nasabah itu adalah dengan mengumpulkan data nasabah dari marketing bank dan rekan marketing lainnya sejak tahun 2010.
Advertisement
Akibat bocornya data nasabah tersebut, nasabah tentunya dirugikan. Sementara kepercayaan terhadap perbankan terancam.
"Tersangka mulai mengiklankan penjualan data nasabah yang dimiliki sejak tahun 2014 melalui website," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Brigadir Jenderal Pol Agung Setya, melalui keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Tersangka lalu mengiklankan data para nasabah tersebut di beberapa situs yang dikelolanya, media sosial, dan akun situs penjualan online.
"Pembeli/kostumer yang tertarik akan menghubungi nomor telepon yang tertera pada situs atau akun tersangka," jelas Agung.
Harga Data Nasabah
Tersangka mematok sejumlah harga untuk tiap jenis data nasabah. Dokumen data nasabah yang memiliki 1.000-an nasabah dihargai Rp 350 ribu. Sementara dokumen yang memuat 100 ribuan nasabah dihargai Rp 1,1 juta.
Setelah penawaran disetujui, maka pembeli mengirimkan sejumlah uang yang diminta melalui transfer. Tersangka lalu memberikan link ke pembeli untuk dapat mengunduh database nasabah yang disimpan dalam cloud storage.
Menurut Agung, data nasabah perbankan harus dilindungi kerahasiaanya. Tidak boleh ada pihak-pihak yang mengambil informasi data nasabah kemudian dijual kepada pihak lain untuk keuntungan pribadi.
"Ini merupakan perbuatan melanggar hukum, dimana nasabah sudah dilindungi oleh undang–undang dengan tindakan yang dilakukan tersangka," beber Agung.
Akibat bocornya data nasabah tersebut, nasabah tentunya dirugikan. Sementara kepercayaan terhadap perbankan terancam.
"Jika terus berlanjut akan ada oknum–oknum yang tidak bertanggung jawab atas data nasabah yang sudah tersebar," kata Agung.
Tersangka, kata Agung, sudah melakoni bisnis jual-beli data nasabah sejak 2014. "Dia menggunakan uang hasil penjualan data nasabah untuk keperluan pribadinya," Agung menjelaskan.
C dijerat pelanggaran berlapis, yaitu Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal penggelapan, dan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman hukuman maksimal 9 tahun," kata Agung.
Saksikan video berikut ini: