Liputan6.com, Jakarta - Pihak berwenang India menangkap seorang pria asal Lithuania, Aleksej Bešciokov terkait penggunaan bursa kripto Garantex. Penangkapan tersebut terjadi di Kerala, di mana Bešciokov tengah berlibur bersama keluarganya.
Mengutip Cryptonews, Kamis (13/3/2025) Biro Investigasi Pusat India (CBI) menahan Bešciokov saat ia bersiap meninggalkan negara tersebut.
Advertisement
Penangkapan itu dilakukan sebagai tanggapan atas tuduhan yang diajukan di Amerika Serikat (AS), termasuk konspirasi untuk melakukan pencucian uang, konspirasi untuk mengoperasikan bisnis pengiriman uang tanpa izin, dan konspirasi untuk melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional.
Advertisement
Menurut dakwaan yang diajukan pada 27 Februari 2025 di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Timur Virginia, Bešciokov dan terdakwa lainnya, Aleksandr Mira Serda, diduga memfasilitasi transaksi ilegal melalui Garantex.
Jaksa penuntut mengklaim bursa tersebut telah digunakan untuk berbagai aktivitas yang terkait dengan ransomware, peretasan, perdagangan narkoba, dan pelanggaran sanksi sejak 2019.
Garantex sendiri telah berada di bawah pengawasan ketat dalam beberapa pekan terakhir. Pada 6 Maret 2025, platform tersebut menangguhkan semua layanan, termasuk penarikan, setelah Tether membekukan USD 27 juta dalam USDT yang terkait dengan operasinya.
Otoritas AS juga menyita tiga nama domain yang terkait dengan bursa tersebut sebagai bagian dari tindakan hukum mereka.
Menurut jaksa penuntut, Bešciokov dan Mira Serda mengambil tindakan yang disengaja untuk mengaburkan transaksi kriminal yang diproses melalui platform tersebut.
Dalam satu kasus, ketika penegak hukum Rusia meminta informasi tentang akun yang terkait dengan Mira Serda, Garantex diduga memberikan data yang menyesatkan dan tidak lengkap untuk menyembunyikan kepemilikannya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Garantex juag sempat dijatuhi sanksi oleh Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS pada April 2022 karena gagal mematuhi peraturan anti pencucian uang dan anti pendanaan terorisme.
Uni Eropa memberlakukan sanksi tambahan pada platform tersebut pada bulan Februari 2025 sebagai bagian dari tindakannya terhadap Rusia.
Dokumen pengadilan menuduh bahwa Garantex secara teratur memindahkan dompet mata uang kripto miliknya untuk menghindari deteksi, sehingga menyulitkan bursa yang berbasis di AS untuk memblokir transaksi terlarang.
Bešciokov diperkirakan akan diekstradisi ke AS berdasarkan Undang-Undang Ekstradisi India tahun 1962. Namun, masih belum diketahui dengan jelas apakah ia akan menentang ekstradisi tersebut, karena proses hukum serupa di masa lalu mengalami penundaan.
Sementara itu, Mira Serda, seorang warga negara Rusia yang mendirikan Garantex dan menjabat sebagai kepala bagian komersialnya, masih menjadi tersangka utama.
Jika terbukti bersalah, Bešciokov dan Mira Serda menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun karena konspirasi pencucian uang. Bešciokov dapat menerima tambahan hukuman 20 tahun karena melanggar sanksi dan lima tahun karena menjalankan bisnis pengiriman uang tanpa izin.
Advertisement
Kejagung Soroti Temuan Dana Ilegal Lewat Kripto, Rugikan Negara Rp1,3 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya aliran dana ilegal melalui kripto yang berdampak pada kerugian negara hingga Rp1,3 triliun. Hal itu pun terjadi dalam kurun waktu setahun terakhir.
"Adanya aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun dalam kurun waktu setahun dengan memanfaatkan perangkat digital," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Asep Nana Mulyana dalam keterangannya.
Menurut Asep, perkembangan zaman membuat jajaran Kejaksaan harus memiliki kompetensi khusus dan kapasitas teknis dalam memahami mekanisme transaksi digital, termasuk menelusuri aliran dana yang masuk di berbagai yurisdiksi.
Berdasarkan laporan internasional, lanjutnya, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2024 dengan total transaksi mencapai USD 157,1 miliar. Perkembangan itu pun mengakibatkan dua dampak, yakni peningkatan kesadaran masyarakat terkait inovasi digital, namun juga menimbulkan risiko penyalahgunaan teknologi.
"Para pelaku semakin mahir melakukan penipuan investasi berbasis kripto yang merugikan negara kita menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak transaksi, cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar blockchain tanpaterdeteksi. Tidak cukup apabila kita hanya bertumpu pada metode konvensional untuk menyelesaikan perkara ini," jelas dia.
Atas dasar itu, para jaksa tengah diberikan pelatihan dan pembekalan dalam rangka memahami bahasa teknologi masa kini. Dengan merespons perubahan regulasi secara tepat, mempelajari teknik investigasi yang efektif, menguasai teknologi blockchain, diharapkan jajaran Kejagung dapat memastikan setiap pelanggaran hukum di sektor aset kripto tidak lolos dari jerat hukum.
