Liputan6.com, Jakarta Tidak hanya di satu lokasi saja, Hidayat Nur Wahid melanjutkan perjalanan tugasnya untuk selalu mensosialisasikan Empat Pilar MPR RI.
Setelah pagi harinya membuka dan memberi pengarahan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Universitas Ibn Khaldun Bogor, selanjutnya, pada siang hari, Kamis (24/8/2017), Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid hadir lagi di depan para santri tingkat SMA Pondok Pesantren Terpadu Darul Qur'an Gunung Sindur, yang juga di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Hidayat Nur Wahid menyapa hangat para santri dihadapannya, yang jumlahnya sekitar 200 siswa-siswi SMA Darul Qur'an. Hidayat Nur Wahid mengawali pengarahannya dalam bahasa Arab yang disambut hangat para santri. Tapi, kemudian Hidayat melanjutkan pidatonya dalam bahasa Indonesia yang diselang-selingi oleh bahasa Arab.
Advertisement
"Di siang hari ini, apa pun kondisinya, pendidikan kita tidak pernah kehilangan jati dirinya, melanjutkan apa yang menjadi tradisi," ujar Hidayat Nur Wahid. Menurut Hidayat, dari dulu yang namanya pendidikan keislaman sangat berpihak pada negara, menyelamatkan Indonesia dari penjajahan Belanda atau penjajah lainnya.
"Begitulah sejarahnya dan sosialisasi ini kita lakukan bukan karena MPR mencari-cari pekerjaan, tapi karena perintah Undang-undang (UU No. 17 Tahun 2014), “ tambahnya.
Sosialisasi yang sudah dilakukan sejak MPR dipimpin Hidayat Nur Wahid (2004-2009) ini penting dilakukan untuk mereka yang kadang lupa atau dibuat lupa karena ditutup-tutupi. Misalnya, siapa yang membuat atau memenangkan sayembara membuat lambang negara, Garuda Pancasila atau pencipta lagu Hari Kemerdekaan.
Pencipta Garuda Pancasila adalah seorang Habib yang masih keturunan Nabi Muhammad SAW, dan seorang Sultan dari Kerajaan Islam di Pontianak, Kalimantan Barat. Namanya, Sultan Abdul Hamid Alkadri. Sementara pencipta lagu Hari Kemerdekaan adalah Muhammad bin Husein Al Mutahar yang juga seorang Habib.
"Inilah yang kadang dilupakan atau tidak diketahui sehingga pelajar kita, mahasiswa kita, para santri kita belum ketemu di mana relasi bangsa Indonesia dan umat Islam, sehingga dengan mudah terjadi salah paham. Karena tidak ada dalam Alquran dan hadis dianggap bid'ah, Republik Indonesia dianggap bid'ah. Padahal tidak semua bid'ah," pungkasnya.
Supaya tidak salah jalan, tidak salah paham, yang kemudian mudah diajak menjadi radikalisme, komunisme, liberalisme, atau Atheis. Maka sosialisasi ini akan terus dijalankan.
"Supaya warga bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, khususnya lagi bagi para kalangan terpelajar, santri, bisa paham betul bagaimana sistem di Indonesia dan bagaimana relasinya dengan umat. Serta bagaimana kita mengisi kemerdekaan Indonesia ini, supaya warisan perjuangan ini bisa kita jaga," tutup Hidayat Nur Wahid.
(*)