Liputan6.com, Jakarta - Rokayah, salah satu jemaah calon umrah asal Kampung Pananjung, Kabupaten Garut, Jawa Barat, akhirnya meninggal dunia. Jemaah asal Kota Dodol itu diduga meninggal akibat depresi karena tidak kunjung diberangkatkan First Travel, selaku pihak penyelenggara.
Rahmat Rosadi, keluarga korban sekaligus korban peserta jemaah umrah First Travel mengatakan, korban mengembuskan napas terakhir Jumat, 25 Agustus 2017. Korban diduga depresi memikirkan nasibnya beserta delapan orang lainnya yang merupakan peserta umrah First Travel yang tak kunjung berangkat.
"Korban merasa malu oleh tetangga dan kerabatnya karena telah berpamitan dan syukuran akan umrah, tapi nyatanya tidak kunjung berangkat," ujar Rahmat, Sabtu 26 Agustus 2017.
Advertisement
Rahmat mengatakan, korban bersama delapan orang lainnya yang merupakan anak dan sanak keluarga, mendaftar umrah melalui First Travel sekitar 2015 karena tergiur promo umrah murah.
Awalnya mereka dijanjikan berangkat awal 2017. Dengan dalih mempercepat kebetangkatan, dia bersama keluarga lainnya diminta menambah sejumlah uang hingga Rp 2,5 juta oleh pihak travel.
"Kami percaya saja karena sebelumnya banyak teman-temannya yang telah berangkat," ujar dia.
Namun, janji First Travel memberangkatkannya umrah tinggal mimpi. Keluarga, termasuk korban semakin cemas, saat ketiga bos FT yakni Andhika Surachman, Anniesa Hasibuan, serta Kiki Hasibuan, dicokok polisi karena diduga menipu para jemaah umrah.
"Kami berharap uang yang telah disetorkan kepada First Travel untuk segera dikembalikan dan pihak First Travel supaya dihukum seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata Rahmat mewakili harapan keluarga yang menjadi korban.
Setelah anggota keluarga tercinta berpulang ke Rahmatullah, ia berharap seluruh uangnya dan keluarganya, termasuk paspor dan lainnya yang berhubungan dengan kewajiban pihak First Travel, segera dikembalikan kepada jemaah.
Di bagian lain, mimpi Titin Pertiwi (37) untuk mengunjungi Baitullah harus kandas. Warga Bengkulu yang sehari-hari menyisihkan uang hasil kerja kerasnya berjualan baju bekas menjadi korban promosi umrah gratis First Travel.
Setiap minggu, Titin dan suaminya Mujidi, menyisihkan uang sebesar Rp 50 ribu selama lima tahun. Warga Desa Tawang Rejo, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma itu berharap dengan tabungannya, dia bisa berangkat mengunjungi rumah Allah. Rencana keberangkatan ke Tanah Suci itu sudah disiapkan dengan matang.
"Awal puasa 2016 lalu, saya sudah melunasi biaya perjalanan umrah. Semua sudah siap, tapi Tuhan berkehendak lain," ujar Titin kepada Liputan6.com dengan mata berkaca-kaca, Sabtu 26 Agustus 2017.
Pihak First Travel awalnya memberitahu akan memberangkatkan Titin dan suami pada 12 Juni 2017. Kabar itu disambutnya dengan suka cita.
Seluruh peralatan untuk ibadah sudah dia masukkan ke dalam tas, termasuk perlengkapan mandi dan sambal, untuk bekal selama di Tanah Suci.
Titin bahkan sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan dan memastikan diri tidak dalam kondisi hamil. Dia juga sudah meminta obat kepada dokter supaya saat berada di Tanah Suci tidak dalam kondisi datang bulan.
"Obat penahan datang bulan itu saya siapkan jangan sampai mengganggu ibadah saya di sana," tutur Titin.
Dia juga sudah membeli tiket pesawat dari Bengkulu ke Jakarta dan tiket pulang dari Jakarta ke Bengkulu. Ini dilakukan semata mata supaya dia tidak memikirkan lagi masalah penerbangan dan langsung pulang ke Bengkulu setelah menjalankan umrah.
Tetapi, semua persiapan dan kegembiraan itu langsung sirna. Bak disambar petir di siang bolong, Titin menerima informasi keberangkatannya dibatalkan.
Kepanikannya bertambah saat mengetahui di semua tayangan televisi memberitakan soal penipuan yang dilakukan pemilik First Travel Andhika Surachman dan saat ini sudah ditahan pihak kepolisian.
"Uang kami bagaimana, kami berjuang setiap hari untuk mendapatkan uang itu, tolong kembalikan," ujarnya lirih tanpa bisa membendung air mata yang meleleh turun dipipinya.
Dalam hati kecilnya, Titin mengungkapkan masih berharap bisa bertamu ke rumah Allah. Dengan cara apapun, dia akan terus menyisihkan uang hasil jerih payah dan keringatnya untuk ditabung supaya bisa mewujudkan mimpi yang mungkin hanya bisa dilakukan satu kali sepanjang hidupnya.
"Kami orang miskin, tapi kami juga punya mimpi. Tolong kami ya Allah, kuatkan kami dan wujudkan mimpi kami ini," ujar Titin.
Tiga Kali Diundur
Korban promosi umrah murah PT First Anugrah Karya Wisata atau First Travel juga menelan korban warga Bengkulu.
Lebih dari 50 orang warga Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara ternyata sudah melunasi biaya perjalanan umrah, tetapi belum juga diberangkatkan.
Dian (42), salah seorang korban, mengaku sudah melunasi biaya perjalanan sebesar Rp 14,4 juta kepada agen First Travel di Bengkulu. Namun, tidak ada kepastian kapan dia bersama suaminya berangkat ke Tanah Suci. Pihak agen sendiri sudah tiga kali mengundur jadwal keberangkatan sejak awal Maret 2017.
Dia begitu terkejut saat hampir semua media memberitakan First Travel menipu. Harapannya untuk mengunjungi rumah Allah mendadak runtuh.
"Bagaimana uang kami?" ucap Dian di Bengkulu, Rabu, 23 Agustus 2017.
First Travel tidak memiliki kantor di Bengkulu. Dian bersama puluhan korban itu hanya mengetahui dua orang agen yang berada di Kota Bengkulu dan mendaftar melalui pengajian rutin yang saat itu diisi oleh salah seorang ustazah yang menjadi agen First Travel.
Dian lalu menyetorkan uang pendaftaran dan melunasi biaya umrah melalui transfer bank dan diketahui oleh salah seorang agen berinisial AN yang beralamat di Kelurahan Padang Harapan, Kota Bengkulu.
Dia bersama suaminya yakin bisa berangkat umrah setelah melunasi semua ongkos pada Januari 2017. Berdasarkan komunikasi yang dijalin, agen First Travel itu memastikan jadwal keberangkatan umrah Dian bersama suami terjadi pada Maret 2017.
Dian semakin yakin akan berangkat setelah pihak First Travel mengirimkan koper dan pakaian ibadah ke alamatnya, tetapi pemberitahuan pengunduran jadwal keberangkatan membuatnya marah.
"Pengunduran pertama mereka janji kami berangkat bulan Maret diundur April, lalu karena berbagai alasan diundur lagi bulan Juli. Terakhir, mereka janji memberangkatkan kami bulan Desember mendatang," kata Dian.
Advertisement
Minta Buka di Daerah
Yayasan Lembaga Konsumen Sumatera Selatan (Sumsel) meminta Polri membuka posko pengaduan korban PT First Travel di tingkat Polda karena korbannya secara nasional.
"Korban penipuan First Travel bukan hanya di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi yang bisa dengan mudah menyampaikan pengaduan ke Bareskrim Polri, tetapi juga ada dari Palembang dan daerah luar Pulau Jawa lainnya," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sumatera Selatan Hibzon Firdaus, di Palembang, Minggu 27 Agustus 2017.
Menurut dia, korban First Travel di Palembang banyak yang mengadu ke YLK Sumsel meminta bantuan untuk mendapatkan uang setoran biaya perjalanan ibadah umrah yang telah dilunasi sejak 2016, dan memfasilitasi mereka melapor ke Bareskrim di Jakarta.
Korban yang meminta bantuan sebagian besar masyarakat biasa yang profesinya ibu rumah tangga, pedagang di pasar tradisional, buruh, dan pekerja tidak tetap lainnya yang menabung sedikit demi sedikit untuk berangkat umrah.
Para korban First Travel di kota ini kesulitan untuk ke Jakarta hanya untuk menyampaikan pengaduan kepada pihak kepolisian, bukan untuk mengambil uang mereka yang ada di tangan pihak pengelola biro perjalanan ibadah umrah itu.
"Jika hanya untuk melapor, karena kasusnya bersifat nasional, bisa saja Kapolri Jenderal Tito Karnavian membuat kebijakan memerintahkan seluruh kapolda membuka posko pengaduan korban First Travel sehingga datanya lebih jelas berapa banyak korban dari setiap provinsi terutama yang ada di luar Pulau Jawa," ujar Hibzon dikutip dari Antara.
Saksikan video menarik di bawah:
Polisi Terus Telusuri
Polisi terus menelusuri kasus penipuan PT First Travel yang menjerat tiga bosnya, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan serta Kiki Hasibuan.
"Aset-aset dari First Travel ini sedang dilacak. Ada enam mobil yang sudah disita," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 25 Agustus 2017.
"Belasan lagi masih ditelusuri, untuk properti ada rumah mewah, ada beberapa kantor, kos-kosan. Ini juga sedang diteliti," dia melanjutkan.
Sementara ini, kata Rikwanto, 30 buku tabungan masih didalami.
"Yang terakhir ini beberapa yang sudah kita buka memang dananya sedikit ya, 1,3 juta. Jadi sudah minimalis sekali," kata dia.
Rikwanto juga menyebutkan kepolisian masih menelusuri aliran dana First Travel. Polri pun kerja sama dengan sejumlah lembaga untuk menangani kasus penipuan ini.
"Kita masih kerja sama dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dan sejumlah perbankan untuk meneliti apakah ada aset atau aliran dana yang belum diketahui, yang memang terlacak di situ nantinya," kata dia.
Terkait masalah pengembalian kerugian calon jemaah First Travel, kata Rikwanto, akan diatur mekanismenya setelah proses peradilan selesai.
"Kalau masalah pengembalian kerugian jemaah itu akan diatur tersendiri, manakala yang disita dijadikan alat bukti tentunya bisa dikembalikan setelah proses peradilan selesai," Rikwanto menandaskan.
Polri mengungkapkan, bos First Travel telah menggelontorkan uang senilai Rp 14 miliar untuk membeli saham restoran di London Inggris. Rumah makan tersebut menjadi perhatian polisi setelah sang bos terlibat kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana jemaah umrah.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto, kepimilikan restoran itu bersifat konsorsium. Artinya bukan 100 persen milik bos First Travel, Andika Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Ada pengusaha lain yang ikut dalam usaha tersebut.
Â
Advertisement
Kembalikan Paspor
Polri menyatakan ada sekitar 14 ribu paspor atau tepatnya 14.636 paspor calon jemaah umrah First Travel yang masih dalam proses pengembalian. Paspor tersebut sebelumnya disita sebagai barang bukti untuk penyidikan.
"Ada yang diamankan untuk dikembalikan. Yang diamankan sementara ini yang kita temukan sejumlah 14 ribu paspor lebih," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 25 Agustus 2017.
Ia lantas menjelaskan mekanisme pengembalian paspor-paspor jemaah First Travel. Pengembaliannya dipusatkan di Crisis Center Bareskrim Polri.
"Mekanismenya ditempatkan di Crisis Center di Bareskrim. Mereka (calon jemaah) yang merasa paspornya sudah di First Travel kemudian ingin mengambil karena bukan dijadikan alat bukti, bisa dilakukan dengan cara datang ke Crisis Center membawa fotokopi KTP disertai dengan nomor telepon yang bisa dihubungi," ujar Rikwanto.
Dia menuturkan, proses tersebut membutuhkan waktu karena banyak paspor yang diamankan. Ia meminta calon jemaah bersabar dalam proses pengembalian paspor.
"Setelah itu beberapa pemohon menyampaikan permohonan untuk mengambil paspor tersebut, kemudian petugas Crisis Center akan mencari paspor di antara tumpukan 14 ribu itu karena memang tidak tersusun rapi, ditumpuk begitu saja. Jadi perlu waktu," terang Rikwanto.
Rikwanto menjelaskan, nantinya calon jemaah tidak perlu mengantre di Crisis Center Bareskrim Polri untuk mengambil paspornya masing-masing. Petugas Crisis Center sendiri yang akan menghubungi mereka.
"Apabila sudah ditemukan, yang bersangkutan akan dihubungi. Jadi bukan nunggu antre di situ. Jadi akan dihubungi lewat nomor telepon yang diberikan," tutur Rikwanto.
Dia mengatakan, proses pengembalian paspor korban First Travel sudah dimulai sejak hari ini.
"Hari ini sudah mulai apabila permohonannya masuk dan diteliti ada sesuai, akan dihubungi. Kalau sudah dihubungi, kapan saja bisa diambil selama Crisis Center buka," kata Rikwanto.
Ribuan Aduan
Suasana Crisis Center Bareskrim Polri dibanjiri ratusan warga calon jemaah umrah yang belum diberangkatkan oleh biro perjalanan First Travel.
Mayoritas mereka yang mengadu kebanyakan adalah mereka yang sudah bayar, tapi belum mendapat kejelasan kapan akan diberangkatkan.
Sejak dibuka pada Rabu, 16 Agustus 2017, Posko Crisis Center First Travel telah menerima enam ribu lebih aduan warga.
"Sejauh ini ada 6.198 pengadu yang datang, ini belum termasuk data masuk dari email ya yang jumlahnya pasti lebih banyak lagi," ujar Ipda Hardita Tampubolon di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Agustus 2017.
Â