Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Populi Center menilai pemutaran film Gerakan 30 September atau G30S PKI perlu dikaji lebih lanjut. Anjuran Presiden Joko Widodo membuat versi milenial disikapi Populi sebagai langkah baik.
"Kalau menurut saya, Presiden saja sudah instruksi dibuat versi milenial. Artinya, filmnya yang dulu itu sudah menjadi polemik, artinya ketika film itu berpolemik kenapa harus diputar bersama?" kata peneliti Populi Center Rafif Pamenang di Jakarta Barat, Rabu, 20 September 2017.
Tentu, menurut Rafif, pendapat yang mengatakan September 1965 adalah periode kelam bagi sejarah bangsa dapat diterima sebagian besar kalangan. Karenanya, harus ada penjelasan, baru sosialisasi soal film G30S PKI.
Advertisement
"Terangkan dulu ini, baru sosialisasi. Maksudnya, nonton bareng ini salah satu bentuk sosialisasi. Karena semua orang dipaksa nonton versi Arifin C Noer (sutradara film G30S PKI)," kata dia.
Rafif bukan menentang pemutaran film yang disarankan Panglima TNI Gatot Nurmantyo itu, namun film tersebut masih menjadi perdebatan dan seolah versi film buatan Orde Baru itulah yang paling benar.
"Jadi seoalah versi yang itu yang paling bener, kan enggak. Harus di-clear kan. Karena peristiwa G30S masih debatable juga," Rafif menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Imbuan Panglima TNI
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memerintahkan jajarannya dan masyarakat, untuk menonton film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Tujuannya adalah untuk mencegah munculnya gerakan serupa.
Gatot mengatakan, pemutaran film G30S/PKI agar kekejaman komunis bisa diketahui masyarakat luas. Ia tidak sependapat jika pemutaran film itu dianggap untuk mendiskreditkan pihak tertentu.
"Sayalah yang memerintahkan jajaran dan mengimbau kepada masyarakat, untuk memutar film tersebut," tegas dia usai berziarah di makam mantan Presiden Soeharto di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa, 19 September 2017.
Gatot menjelaskan, dengan adanya pemutaran film yang sejatinya dilarang tayang pada 1998 itu, ia berharap generasi muda sekarang bisa mengerti. Dengan begitu, anak-anak muda kini tidak terprovokasi dengan paham komunis.
"Jangan sampai peristiwa atau tragedi mengerikan itu kembali terulang pada saat ini. Kalau tidak diingatkan, orang akan lupa, tidak tahu bahwa ada gerakan-gerakan seperti itu," tegas Panglima TNI.
Advertisement