Nasib Becak Ibu Kota, Dirazia hingga Kini Mau Dihidupkan Lagi

Becak menjadi hangat dibicarakan setelah Anies Baswedan mewacanakan untuk menghidupkan kembali. Padahal trasnportasi ini dulu diburu.

oleh Muhammad Ali diperbarui 16 Jan 2018, 14:15 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2018, 14:15 WIB
Becak di Jakarta
Becak di Jakarta (Liputan6.com/Muslim AR)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mewacanakan untuk menghidupkan kembali moda transportasi becak di Jakarta. Kebijakan itu dinilai untuk memberikan keadilan bagi semua warga.

"Keadilan di Jakarta ini untuk semua. Jakarta itu bukan untuk sekelompok orang. Jakarta ini untuk semuanya. Jadi kita ingin di kota ini, warga yang membutuhkan becak bisa pakai becak," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (15/1/2018).

Untuk mewujudkan rencana itu, Anies mengaku tak akan mencabut Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang melarang operasional becak. Ia hanya akan merevisi untuk mengatur operasional moda transportasi tersebut.

Enggak (ubah perda). Nanti kita atur dari pergub saja," kata Anies di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Selasa (16/1/2018).

Menurut dia, becak hanya akan beroperasi di jalanan kampung-kampung. Karena itu, ia yakin aturan baru tersebut tak akan melanggar aturan yang sudah ditetapkan.

"Kita tidak pernah merencanakan becak di jalan raya. Becak ini di dalam kampung, angkutan kampung, angkutan lingkungan. Dan kita tahu persis yang namanya penumpang itu akan memilih modanya. Jadi kalau tidak ada kebutuhan, tidak ada artinya. Kenapa becak ini ada di banyak tempat, terutama di Jakarta Utara? Karena di sana ada kebutuhan," kata Anies.

Tak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat di kampung-kampung maupun gang-gang di Jakarta, becak juga dapat dimanfaatkan menunjang sektor pariwisata daerah. Ini mengingat moda transportasi yang aman dan jauh dari kata limbah.

"(Becak) untuk pariwisata kita sambungkan dengan beberapa destinasi wisata kita. Itu yang jadi pemikiran," kata Wakil Gubernur Sandiaga Uno di Balai Kota Jakarta, Senin 15 Januari 2018.

 

Langkah Mundur

Becak di Jakarta
Becak di Jakarta (Liputan6.com/Muslim AR)

Wacana tersebut menuai protes dari elemen masyarakat. Kebijakan itu dianggap sebagai ketertinggalan dalam memajukan transportasi massal.

Menurut Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, negara tetangga sudah lebih maju dalam menyediakan transportasi umum. "Kenapa kita mundur lagi?" tanya Prasetyo di Gedung DPRD DKI, Senin 15 Januari 2018.

Untuk itu, ia meminta kepada Anies untuk tidak membuat kebijakan yang membuat Jakarta semrawut. Sebab, Jakarta adalah ibu kota negara.

"Gubernur dan Wagub saya minta sebagai ketua DPRD, kebijakan yang sudah baik jangan lah dibuat jadi kusut kembali. Jakarta ini ibu kota negara, ditata secara yang baik, ada Istana Negara, jangan sampai kumuh," jelas dia.

Prasetyo menyebut, adanya Perda pelarangan becak bukanlah masalah adil atau tidak adil, melainkan bagaimana Pemerintah mendorong warga naik angkutan umum.

"Kita dulu menghilangkan becak itu bukan masalah kita tidak adil, tapi masyarakat ditekan (naik) transportasi masal yang nanti baik. Negara sudah maju kok sebenarnya, masak kita mundur lagi?" kata Prasetyo.

 

Becak Diburu

Keberadaan becak di Jakarta
Keberadaan becak di Jakarta (Liputan6.com/Muslim AR)

Becak di DKI sudah ada sejak 1950. Pada tahun tersebut, ada sekitar 25 ribu hingga 30 ribu becak yang sudah mengaspal di Jakarta. Puncaknya, pada 1966, jumlah becak menjadi naik drastis hingga 160 ribu.

Kondisi itu membuat Gubernur Ali Sadikin menjadi gerah. Pria yang menjadi Gubernur DKI sejak 1966 hingga 1977 itu lantas mengeluarkan aturan mengenai larangan total angkutan yang memakai tenaga manusia, membatasi beroperasinya becak, dan mengadakan razia mendadak di daerah bebas becak.

Kebijakan serupa dilanjutkan gubernur-gubernur berikutnya. Becak dianggap sebagai biang kemacetan, simbol ketertinggalan kota, dan alat angkut yang tak manusiawi.

Di sisi lain, becak juga mulai menghadapi pesaing dengan kehadiran ojek motor, mikrolet, dan metromini. Pada 1980, becak-becak itu pun menjadi buruan petugas untuk kemudian dibuang ke Teluk Jakarta guna dijadikan tempat berkembang biak ikan.

Kemudian pada 1988, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto dalam instruksi No 201/1988 memerintahkan para pejabat di lima wilayah kota untuk melakukan penyuluhan terhadap para pengusaha dan pengemudi becak, dalam rangka penertiban becak di jalan sampai penghapusan seluruh becak dari Jakarta. Saat itu becak tercatat berjumlah 22.856 unit.

Kebijakan tersebut terus berlanjut hingga pada era Gubernur DKI Basuki Thahaja Purnama atau Ahok. Bahkan kala itu, para pengayuh becak sempat berdemonstrasi di Balai Kota meminta Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dicabut, sehingga mereka bisa mencari nafkah.

Ahok mengatakan, pelarangan ini sudah ada sejak Jakarta dipimpin Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto melalui Perda No 11 Tahun 1988. Wiyogo memimpin Ibu Kota sejak 1987 hingga 1992.

"Ya, dia harus cari kerjaan yang lain. Itu juga orang-orang daerah, becak-becak dari daerah yang ngongkosin dari daerah. Jadi ya enggak bisa-lah kita sudah ada perda dari zaman Pak Wiyogo. Masak mau dibalikin lagi," tandas Ahok.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya