Baleg: Bagaimana Mungkin DPR Antikritik, Padahal Tukang Kritik

Dalam pasal itu, DPR telah melakukan fungsi pengawasan dalam artian melaksanakan representasi kedaulatan rakyat.

oleh Ika Defianti diperbarui 13 Feb 2018, 18:55 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2018, 18:55 WIB
DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3
Ketua DPR Bambang Soesatyo yang didampingi Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Taufik Kurniawan dan Agus Hermanto saat Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas membantah Pasal 122 Undang-Undang MD3 tentang tugas dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) merupakan bentuk sikap antikritik anggota dewan.

Supratman menyebut dalam pasal itu, DPR telah melakukan fungsi pengawasan dalam artian melaksanakan representasi dari kedaulatan rakyat.

Pada Pasal 122 poin K menyebut, dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 121A, MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Bagaimana mungkin kita mau antikritik padahal kerjaan kita mengkritik dan memberi pengawasan kepada pemerintah," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/2/2018).

Politikus Gerindra ini menjelaskan, DPR memang harus dikritik supaya lebih baik. Namun kritikan yang tidak boleh terdapat pada pihak yang memberikan stigma berlebihan dan tidak sesuai dengan harkat dan etika norma orang timur.

Seperti halnya, menyamakan dengan hewan atau yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.

"Itu yang tidak boleh, bagaimana penjabaran lebih lanjut itu nanti akan diatur dalam tata tertib kita yang akan dibahas dalam Baleg dalam waktu dekat," papar dia.

Sesuai pasal itu, Supratman menambahkan MKD nantinya sebagai lembaga yang mewakili DPR ketika mendapatkan masalah itu.

"Mekanismenya karena kalau dilakukan orang per orang, itu lebih rumit. Nanti yang melakukan itu adalah MKD. Supaya terlembaga, tidak sporadis," jelas Supratman.

Buat Politik Tak Berjarak

DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3
Suasana Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan RUU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD menjadi Undang Undang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

 

Komisaris Perkumpulan Warga Muda, Wildanshah menilai keberadaan UU MD3 membonsai daya kritis anak muda dalam berdemokrasi dan berpolitik.

Menurut dia, seharusnya DPR semakin terbuka dan mampu melihat tren anak muda yang mulai marak terlibat dan berani menyikapi isu politik dengan kreatifitasnya,

"Ini menunjukan demokrasi Indonesia sudah naik level, kenapa kritik malah dibonsai, zaman telah berubah, otoritarian sudah ketinggalan zaman,"  ucap Wildanshah.

Selain itu, Wildanshah mengharapkan, seharusnya para anggota DPR RI sadar saat melihat perubahan perilaku politik anak muda generasi milenial saat ini. Menurut dia, tipe generasi muda saat ini cenderung menyampaikan aspirasi dengan cara yang menyenangkan.

"Karena generasi ini bisa membuat politik tidak berjarak dengan masyarakat. Kreatifitas anak muda membuat parody,meme, komik, lagu, lelucon ternyata benar-benar dapat menggerakan kesadaran politik bangsa Indonesia," ujar dia.

Wildanshah juga mengingatkan, jika UU MD3 tidak digugat, maka DPR berhasil membawa masa lalu politik Indonesia yang kelam ke masa depan momentum bonus demografi.

"Butuh waktu 32 tahun bangsa Indonesia melepaskan diri dari orde baru. Mana mungkin anak muda rela demokrasi kembali dicengkram oligarki dan tirani. Anak muda butuh masa depan, bukan masa lalu,"  tegas Wildanshah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya