Liputan6.com, Kupang - Kematian TKI Adelina Lisao, asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi perhatian serius aktivis kemanusiaan di NTT. Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Trafficking, menggelar aksi 1.000 lilin di Kupang, Senin 19 Februari 2018 malam.
Mereka mendesak pemerintah setempat menuntaskan kasus kekerasan terhadap Adelina. Aksi itu juga sebagai wujud kecaman dan solidaritas terhadap kematian perempuan 20 tahun itu.
Koordinator Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Trafficking Emmy Sahertian mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk desakan untuk Pemprov Nusa Tenggara Timur. Mereka meminta Pemerintah NTT mengambil sikap terkait tindakan kejahatan kemanusiaan yang kembali menimpah TKI Adelina.
Advertisement
"Di tingkat daerah di NTT, kami tidak merasakan adanya keberpihakan pemerintah terhadap buruh migran, hawa keberpihakan itu masih terlalu jauh dati kata hangat, kalau mau diibaratkan," kata Sahertian.
Dia mengatakan, kasus Adelina kembali menorehkan catatan kelam kasus penyiksaan terhadap buruh migran dari provinsi setempat di negeri orang.
"Dari awal Januari 2018, kami mencatat sudah sembilan buruh migran asal NTT yang meninggal karena mengalami human trafficking di negeri orang, sementara pada 2017 lalu tercatat 62 jenazah yang dipulangkan," ujar Sahertian.
Kasus terakhir menimpah TKI Adelina yang meninggal karena mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi oleh majikannya dengan memaksanya tidur bersama seekor anjing di garasi rumah majikan di Penang, Malaysia.
Perlindungan Tak Jalan
Menurut dia, kasus Adelina Lisao menambah bukti panjang perlindungan buruh migran dari Indonesia belum dijalankan.
"Diplomasi maupun sanksi pidana terhadap para pelaku perdagangan orang masih lemah seperti halnya kasus yang menimpah Dolvina Abuk beberapa waktu lalu," kata Sahertian.
Untuk, itu pihaknya meminta agar pemerintah daerah maupun pusat menunjukkan ketergasan dengan mengusut tuntas kasus Adelina Lisao.
Menurut dia, pemeritah harus segera memberikan perlindungan sejati berupa tindakan langsung bukan diserahkan kepada pihak swasta (PPTKIS atau agensi) yang disahkan dalam UUPMI 18/2017.
"Karena bagi kami selama diserahkan ke swasta, maka buruh migran akan mengalami overcharging seperti bukti yang dialami Adelina," pungkas Sahertian.
Advertisement