Liputan6.com, Jakarta Mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaha Purnama atau Ahok mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali atau PK terhadap vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Salah satu alasannya adalah adanya novum atau bukti baru berupa putusan Buni Yani, terpidana UU ITE di Pengadilan Negeri Bandung.
"Dia merujuk, membadingkan terhadap putusan Buni Yani. Terdakwa Buni Yani yang sudah jadi terpidana," ucap Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampaleng kepada Liputan6.com, Selasa (20/2/2018).
Baca Juga
Meski demikian, Jootje masih mengunci rapat rincian dari upaya hukum tersebut. Dia mengatakan, bahwa persidangan 26 Februari 2018 akan membuka pokok perkara yang diajukan Ahok.
Advertisement
"Tapi lebih jelas alasannya, memorinya bisa disampaikan pada persidangan nanti tanggal 26 Februari," kata Jootje.
Ajuan PK
Mahkamah Agung (MA) membenarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama yang membelitnya. PK diajukan pada 2 Februari 2018.
"Bahwa benar pada tanggal 2 Februari 2018, kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung RI melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya pada tingkat pertama dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Utara," ucap Karo Hukum dan Humas MA Abdullah melalui keterangannya kepada Liputan6.com, Senin (19/2/2018).
Dia menjelaskan, putusan pengadilan negeri yang dimohonkan Peninjauan Kembali adalah putusan Pengadian Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.BlZO16/PN.Jkt.Utr., yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah menjalani pidananya.
Abdullah menuturkan, permohonan PK diajukan oleh Pemohon I Terpidana secara tertulis. Dalam hal ini diajukan oleh Penasihat Hukum Ahok, yaitu Josefina A Syukur, Advokat dan Konsultan Hukum pada Law Firm Fin Lety Indra & Patners, berkantor pusat di Jalan Bendungan Hilir IV No 15 Jakarta Pusat, dengan menyebutkan alasan yang sejelas-jelasnya sebagai dasar permohonan.
Hal ini disampaikan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutus perkaranya.
Advertisement
Vonis Buni Yani
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa Buni Yani. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 2 tahun penjara.
"Menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan pidana," kata Ketua majelis hakim M Sapto dalam pembacaan putusannya, di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa 14 November 2017.
Jaksa penuntut umum menuntut Buni Yani dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. Dia dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia diduga mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan membayar denda Rp 100 juta atau diganti dengan 3 bulan kurungan," ucap ketua tim jaksa penuntut umum Andi M Taufik saat membacakan tuntutannya dalam sidang di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 3 Oktober 2017.