Kaji Permohonan Tahanan Kota Baasyir, Menkumham Terkendala Aturan

Menkumham masih mempelajari aturan terkait penahanan kota bagi Abu Bakar Baasyir.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 05 Mar 2018, 18:41 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2018, 18:41 WIB
Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir melambaikan tangan kepada para pendukungnya usai menjalani persidangan di Jakarta, (16/06/2011). (AFP Photo/Romeo Gacad)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly masih mengkaji permintaan perubahan status Abu Bakar Baasyir menjadi tahanan rumah. Permohonan itu diajukan oleh pihak keluarga.

Selain keluarga, Presiden Joko Widodo juga sudah mengusulkan hal yang sama dengan pertimbangan kemanusiaan.

"Ya kita kaji dulu," kata Yasonna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Menurut Yasonna, status hukum Baasyir saat ini merupakan terpidana, bukan lagi tahanan. Dengan begitu, permintaan untuk dijadikan tahanan rumah tidak bisa begitu saja dilaksanakan.

"Ini kan sudah warga binaan. Anyway nanti kita lihatlah, apa bisa. Kalau tahanan kan itu belum berkekuatan hukum tetap, ini kan sudah jelas jenis hukumannya," ucap Yasonna.

Sebelumnya, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Umum dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, karena kedua kakinya bengkak. Kesehatan kaki Baasyir memburuk lantaran jadwal kontrolnya tertunda-tunda.

Pemeriksaan di RSCM merupakan jadwal kontrol rutin Abu Bakar Baasyir yang tertunda selama kurang lebih empat bulan.

Bagaimana Aturannya?

Abu Bakar Baasyir
Kondisi Abu Bakar Baasyir ketika berada di RSCM, Kamis 1 Maret 2018. (Istimewa)

Dalam, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1, yang dimaksud dengan terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Abu Bakar Baasyir sendiri sudah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam, karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana bagi pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh, pada 2010.

Akan tetapi, dalam Pasal 22 ayat 2 KUHAP tentang penahanan, tidak disebutkan ada opsi seorang narapidana menjalani masa hukuman pidana di dalam kota atau rumah.

Pasal tersebut mengatur penahanan rumah hanya untuk tersangka atau terdakwa. Kemudian hukuman itu dilaksanakan di tempat tinggal atau tempat kediamanan tersangka atau terdakwa, dengan tetap di bawah pengawasan pihak yang berwenang untuk menghindari segala sesuatu yang akan menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Tahanan rumah merupakan bentuk hukuman oleh pihak berwenang terhadap seseorang dengan membatasi ruang geraknya hanya dalam lingkup tempat tinggalnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya