DPR Kritisi Pencabutan Permen ESDM Tentang Tenaga Kerja Asing

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengkritisi pencabutan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) mengenai ketentuan Tenaga Kerja Asing (TKA).

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 06 Mar 2018, 17:23 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 17:23 WIB
DPR Kritisi Pencabutan Permen ESDM Tentang Tenaga Kerja Asing
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengkritisi pencabutan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) mengenai ketentuan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengkritisi pencabutan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Nomor 31 Tahun 2013 mengenai Ketentuan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam sektor Minyak dan Gas Bumi. Menurutnya, hal itu akan mengurangi peluang yang semestinya menjadi hak dari anak-anak bangsa Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan.

“Saya pribadi tidak setuju dengan pencabutan Permen tersebut. Dan jika memang benar adanya, bisa mempermudah tenaga asing masuk ke Indonesia, terlebih dalam sektor migas. Hal ini patut untuk kita kritisi bersama,” tuturnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Herman menambahkan, jika peluang lapangan kerja di sektor migas diisi oleh tenaga kerja asing, hal ini sama saja dengan menggadaikan negeri sendiri untuk pihak asing. “Lantas bagaimana dengan hajat hidup bangsa dan negara ini, dengan penduduk sekitar 260 juta jiwa, jika mencari kerja saja susah,” ujarnya

Politisi F- P Demokrat ini juga berpendapat bahwa tenaga kerja Indonesia saat ini memiliki kapasitas yang sudah mumpuni, dimana kualifikasinya sudah terpenuhi.

“Coba datang saja ke seluruh pengeboran atau mining, semuanya tenaga kerja dari negeri kita sendiri yang sudah berkontribusi langsung ke dalam pekerjaan yang high tech, high risk, dan high qualification. Ketiga kriteria tersebut, menurut saya sudah mampu untuk ditempati oleh tenaga-tenaga kerja Indonesia,” tambahnya.

Herman menyatakan, sangat tidak tepat jika hal ini sengaja dicabut hanya untuk menjadi alasan mempercepat investasi dan reformasi regulasi. Karena bagaimanapun, keberpihakan kepada rakyat dan anak-anak bangsa, harus menjadi prioritas, serta kemampuan dari seorang pemimpin negara untuk bisa memberikan ruang yang cukup dan memadai bagi tenaga potensial dalam negeri.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya