Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kalangan terus mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk tidak mengesahkan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Jokowi baru mengambil sikap terkait UU MD3 ini pada 14 Maret 2018. Dia menyebutkan, selama ini, Jokowi masih memantau perkembangan dari pendapat masyarakat.
"Kemarin kami juga dengan Mensesneg dan Menkumham berdialog dengan Presiden langkah apa yang akan dilakukan. Tentunya Presiden punya langkah itu. Tapi sekali lagi langkah yang akan dilakukan Presiden menunggu 14 Maret," ucap Pramono di Kampus IPDN, Jatinagor, Jawa Barat, Kamis (8/3/2018).
Advertisement
Dia masih enggan mengungkapkan, sikap apa yang diambil oleh Presiden Jokowi terkait UU MD3. Dia hanya meminta masyarakat menunggu.
Pramono tak menampik opsi melahirkan Perppu kini tengah dikaji oleh Presiden, meski belum dipersiapkan.
"Yang jelas kami tahu. Tapi kami tidak mau mendahului. Karena 14 Maret tinggal beberapa hari. Pada tanggal tersebut lah akan terlihat sikap yang ada. Tetapi kalau ditanyakan apakah ada persiapan untuk buat Perppu atau tidak, sampai hari ini masih mengkaji. Tapi belum dipersiapkan," ungkap Pramono.
Dia juga menjelaskan, ditandatangani Presiden Jokowi atau tidak, UU MD3 tetap berlaku.
"Nantinya mau tanda tangan atau tidak tanda tangan, maka UU itu akan tetap berlaku. Dan waktunya pada tanggal 14 Maret, tepat satu bulan sesuai dengan konstitusi," kata Pramono.
Â
Mendengar Masukan
Terkait opsi Perppu itu, menurut dia, Presiden mendengarkan masukan dari seluruh pihak. Termasuk ditandatangani atau tidak.
"Presiden mendengarkan banyak hal. Ada yang memberikan masukan untuk mengeluarkan Perppu. Ada yang memberikan masukan tidak menandatangani, ada yang memberi masukan untuk ditandatangani. Nah, kenapa saya katakan menunggu sampai tanggal 14. Karena sikap Presiden akan dimunculkan," jelas Pramono.
Selain itu, Presiden melihat soal beberapa pasal dalam UU MD3 yang menjadi polemik. Tentu ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan.
"Kemudian mengenai beberapa pasal yang muncul ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan. Apakah dikeluarkan Perppu atau masyarakat melakukan JR (Judical Review) di MK," pungkas Pramono.
Advertisement