Kapolri Tito Tidak Nyaman dengan Istilah Muslim Cyber Army

Tito menyebut istilah itu digunakan untuk menarik perhatian. Seperti halnya istilah yang digunakan saat peristiwa bom Bali.

oleh Ika Defianti diperbarui 14 Mar 2018, 19:14 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2018, 19:14 WIB
Kapolri Tito Karnavian Raker dengan Komisi III Bahas Pengamanan Pilkada
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/3). Polri juga akan bersinergi dengan aparat penegak hukum lainnya dalam pemberantasan korupsi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kapolri Jenderal Tito Karnavian membantah kata 'muslim' dalam kepanjangan sindikat penyebar berita bohong atau hoaks muslim cyber army atau MCA bukanlah bahasa dari Polri. Tito menyebut istilah itu hasil dari investigasi.

"Soal MCA kelompok ini menyebut mereka seperti itu. Jadi bukan bahasa dari Polri," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/3/2018).

Mantan Kapolda Metro Jaya menyebut pihaknya dan muslim yang lain juga merasa tidak nyaman dengan sebutan itu. Sebab penyebar hoaks juga tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Tito menyebut istilah itu digunakan untuk menarik perhatian. Seperti halnya istilah yang digunakan saat peristiwa bom Bali.

"Mereka menyebut Al Jamaah Al Islamiah, itu ada dari pengakuan para tersangka dan dokumen POPJI. Kita tidak nyaman dengan istilah itu," papar dia.

Namun sebagai hasil investigasi, Tito menyebut Polri hanya menyampaikan fakta yang ada. Bila sebutan tersebut diganti justru itu sebuah rekayasa.

"Tidak benar, maka lebih netral kami gunakan singkatan MCA. Itu akan lebih soft, membuat publik nyaman," jelas Tito.

Sudah Tepat

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai langkah Polri menindak kelompok penyebar kabar bohong, Muslim Cyber Academy (MCA), sudah tepat.

Menurut Jimly, siapa pun yang terlibat dalam MCA harus ditindak, termasuk dugaan keterlibatan politikus.

"Siapa saja kalau menyalahgunakan kebebasan, mereknya apa saja, itu ditindak saja," ucapnya, Rabu (7/3/2018).

Ia mengatakan, siapa pun yang berbuat harus mempertanggungjawabkannya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini meminta kasus ini dibuka seterang-terangnya.

Jimly mendesak para pengacara membantu membuka kebenaran dalam persidangan. "Maka para lawyer kita imbau tampil membantu. Jadi dari perdebatan itu ketahuan salah atau enggak. Kalau terbukti salah, apa boleh buat," tuturnya.

Menurut Jimly, negara harus mendidik masyarakat bahwa menyebar hoax dan kebencian merupakan tindakan keliru. Penindakan merupakan bagian dari proses pendidikan itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya