Mengalah di 2014, PKS Harapkan PAN Legawa Tak Ambil Jatah Cawapres 2019

Meski begitu, kata Hidayat, semua kembali pada keputusan calon presiden yang akan diusung koalisinya.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Mei 2018, 06:05 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2018, 06:05 WIB
Elite KMP Gelar Pertemuan Tertutup di Rumah Hatta Rajasa
Elite Koalisi Merah Putih (KMP), termasuk Cawapres Hatta Rajasa yang juga Ketua Umum PAN. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) mengajukan nama ketua umumnya, Zulkifli Hasan, sebagai calon presiden untuk maju di Pilpres 2019. Namun, tidak menutup kemungkinan PAN juga menerima tawaran posisi calon wakil presiden (cawapres) untuk nama tersebut.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, PAN seharusnya bisa menerima jika tidak mendapatkan kursi calon wakil presiden di Pilpres 2019. Alasannya, pada Pemilu 2014 PKS telah mengalah dari PAN untuk tidak mencalonkan cawapres, meski memiliki perolehan suara lebih besar dari PAN berdasarkan Pileg 2009.

"Tapi kalau ada yang menyampaikan PAN kan suaranya lebih banyak dari PKS, betul. Suara PAN sekarang 48, PKS 40. Tapi kan pilpres bukan kali ini saja. Tahun 2014 waktu itu PKS suaranya 57, PAN 43 dan PKS rida, legawa untuk PAN jadi cawapres, padahal suaranya lebih jauh dari PKS. Sekarang selisihnya hanya delapan," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

PAN memang digadang-gadang akan bergabung dengan koalisi Gerindra dan PKS di Pemilihan Presiden mendatang. Ketiganya juga pernah berkoalisi pada Pilpres 2014. 

Namun, menurut Hidayat, pada akhirnya putusan soal siapa cawapres yang diusung akan dikembalikan pada calon presiden dari koalisi. Karena, calon presiden yang akan menentukan siapa figur pendampingnya.

"Calon wakil presiden yang menurut Beliau paling nyaman jadi mitra koalisi, mitra memenangkan pilpres dan pilwalpres," ungkapnya.

Dia juga mengatakan, capres yang diusung akan mempertimbangkan peluang meraih kemenangan untuk memilih cawapres. Pada akhirnya, capreslah yang akan menimbang-nimbang peluang cawapres untuk bisa memenangkan kontestasi.

"Diukur dengan selama ini bagaimana, selama ini soliditasnya bagaimana, elektabilitasnya bagaimana, dan sejauh mana capres meyakini bahwa dengan dia lebih mungkin menang ketimbang dengan yang lainnya," ucap Hidayat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Soal Poros Ketiga

PKS Diskusi Bareng Dubes Palestina
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memberi sambutan dalam diskusi Ambassador Talks di Fraksi PKS, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/4). Diskusi membahas penanganan pengungsi di negara konflik dan pengaruhnya secara global. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pada kesempatan yang sama, Hidayat Nur Wahid juga mengatakan poros ketiga masih bisa terbentuk. Kemungkinan itu bisa terwujud ketika poros Jokowi sudah menentukan calon wakil presidennya (cawapres).

"Artinya mungkin saja ketika Pak Jokowi menyampaikan calon wakil presidennya bukan dari partai yang mengajukan, bisa saja partai itu bergabung membentuk poros yang ketiga. Itu secara teoritis mungkin," kata Hidayat.

Menurutnya, ketika Jokowi menentukan cawapres yang tidak sesuai dengan keinginan partai pengusungnya maka, akan timbul ketidakpuasan. Sebab, hampir semua koalisi Jokowi mengajukan nama cawapres.

"Ya bukan apa-apa, karena kan ketika kemudian sekarang kan yang ingin menjadi calon wakil presiden Pak Jokowi kan juga banyak banget. Hampir semua partai kecuali NasDem yang tidak menyampaikan calon wakil presiden," ungkapnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR ini mencontohkan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai yang mengajukan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai cawapres Jokowi. Hidayat sempat mendengar jika keinginannya tidak diakomodir, PKB akan mengalihkan dukungan dari Jokowi.

"Kemungkinan itu wajar saja dalam politik, bahkan kan dari kubu Pak Muhaimin ada yang sudah menyuarakan kalau enggak diterima oleh Pak Jokowi mau ke Pak Prabowo," ucapnya.

Reporter: Sania Mashabi

 

 

Prabowo Buat Kesepakatan dengan Ribuan Buruh di May Day
Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan ribuan buruh saat peringatan May Day Nasional di Gedung Istora Senayan, Jakarta, Selasa (1/5). Ribuan buruh memberi dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai Presiden pada Pilpres 2019. (Merdeka.com/Imam Buhori)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya