Pastor Gereja Santa Maria Tak Bercela Minta Jemaat Ampuni Pelaku Bom

Mereka tak gentar datang ke gereja meski baru seminggu lalu tempat itu menjadi sasaran bom.

diperbarui 20 Mei 2018, 15:03 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2018, 15:03 WIB
Melihat Perayaan Natal di Berbagai Penjuru Dunia
Ilustrasi Misa. (AP Photo / Karim Kadim)

Surabaya - Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) menggelar misa pada Sabtu, 19 Mei 2018 pascaledakan bom. Semua bangku gereja di lantai 1 dan 2 terisi.

Jemaat khusyuk mengikuti ibadat. Mereka tak gentar datang ke gereja meski baru seminggu lalu tempat itu menjadi sasaran bom.

"Ini merupakan misa yang berkaitan dengan peristiwa pada hari Minggu lalu," ujar Pastor Kepala Paroki STMB A Kurdo Irianto.

Kurdo menyebutkan, peristiwa tersebut bukan sebuah bencana, melainkan cara untuk mempertebal iman. Dia juga meminta semua umat memberikan pengampunan kepada para pelaku bom.

Menurut dia, pengampunan adalah masa depan yang membawa penyembuhan. Semua umat tidak boleh memiliki kemarahan dan kebencian. "Dari para korban dan keluarga, tidak ada yang menyimpan dendam, apalagi menyalahkan agama lain. Meski, sejujurnya mereka merasa sedih dan kesakitan," kata Kurdo.

Selain umat gereja SMTB, perwakilan lintas agama turut hadir dalam misa tersebut. Mereka antara lain, Gusdurian Surabaya dan Sapta Dharma.

Sebelumnya, lantunan nyanyian dan doa silih berganti terdengar di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro pada Jumat, 18 Mei malam. Ribuan orang dari berbagai komunitas lintas iman menggelar doa bersama dalam acara Suroboyo Guyub ing GKI Diponegoro itu.

Acara tersebut dibuka dengan kesaksian Yosua Poli, salah seorang penatua yang melihat kejadian bom pada Minggu, 13 Mei. Menurut dia, kejadian tersebut di luar nalar. Apalagi melibatkan seorang ibu dan dua anaknya.

"Yang saya tahu, ibu itu melahirkan, merawat, dan mengasihi anaknya," ujarnya.

Kegiatan itu dihadiri sekitar 1.700 orang dari berbagai agama dan kepercayaan. Komunitas Gusdurian menjadi salah satu inisiator. Aan Anshori, pegiat Gusdurian Jombang, menyatakan forum tersebut adalah upaya untuk melawan terorisme dan mengklarifikasi kesalahpahaman antara umat Kristen dan Islam.

 

Trauma

Polisi Olah TKP Penyerangan Gereja Santa Lidwina Bedog Yogyakarta
Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) penyerangan yang terjadi di Gereja Santa Lidwina Bedog, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/2). Penyerangan terjadi saat Misa Ekaristi. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Aan mengaku cukup sulit meyakinkan pihak gereja untuk menggelar doa bersama itu. Dia memakluminya sebagai bentuk trauma dan kewaspadaan. Dengan sejumlah pendekatan, gereja akhirnya setuju. "Begitu terlaksana, tanggapan mereka, oh ternyata tidak ada apa-apa ya," kata Aan.

Hal tersebut dibenarkan Ketua Majelis Jemaat GKI Diponegoro Daniel Theopilus Hage. Menurut dia, kegiatan itu diinisiatori rekan lintas agama. Pihaknya hanya menyediakan tempat. "Mereka mengatakan, ayo, Pak, kita tunjukkan bahwa kita berani," ujar Daniel.

Dia menambahkan, tidak ada perubahan untuk jam ibadah di GKI Diponegoro setelah insiden bom. Meski begitu, pihaknya tetap menyediakan kegiatan untuk menyembuhkan trauma para jemaat. Dia ingin menunjukkan bahwa teror bom tidak menggoyahkan semangat umat dalam beribadah. "Minggu-minggu besok ini, kegiatan kebaktian akan berjalan di semua jam ibadah," ucap Daniel.

 

Baca berita menarik lainnya di Jawa Pos

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya