Liputan6.com, Jakarta Terpidana tindak pidana korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Anas Urbaningrum mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Pada memori PK yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada beberapa alasan Anas mengajukan permohonan itu. Antara lain, dia merasa menjadi korban kepentingan politik.
Pengacara Anas, Abang Nuryasin menilai muatan politis dalam penyidikan terhadap Anas sangat kental. Ini diawali dengan adanya surat perintah penyidikan Anas yang bocor ke publik. Peristiwa itu dianggap kubu Anas sebagai bentuk kesewenangan penguasa saat itu.
Advertisement
"Bahwa aroma politik dari kasus Hambalang yang menimpa pemohon PK sejak awal memang telah tercium pekat indikatornya bocor dokumen KPK yang diduga Sprindik atas nama pemohon PK," ujar Abang, Kamis (24/5/2018).
Nuansa muatan politis diungkap Abang saat Anas Urbaningrum maju sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat pada 2010. Padahal, lanjut dia, nama Anas tidak dijagokan dalam bursa saat itu. Namun, mantan komisioner KPU itu akhirnya menang.
Abang melanjutkan, gerakan menggulingkan Anas Urbaningrum terjadi dengan status tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi yang ditetapkan KPK.
"Bahwa kudeta politik dan pengambilalihan kewenangan pemohon PK sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan pernyataam dari resim berkuasa saat itu agar pemohon PK kembali berkonsentrasi menghadapi masalah hukum adalah penggiringan opini politik publik," kata Abang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Vonis Anas
Diketahui, atas kasus ini pada tingkat pertama, Anas divonis 8 tahun penjara. Tidak terima dengan putusan tersebut Anas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, tak berbuah manis, Anas justru harus menelan pil pahit setelah majelis hakim MA menolak permohonan kasasi Anas.
Hakim MA malah melipat gandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara serta denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Bahkan, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI itu pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580.
Â
Reporter:Â Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement