Beberapa Catatan soal Pilkada Papua Versi Aktivis

Diskresi di Papua seharusnya dilakukan agar pilkada atau pemilu tak lagi mengalami penundaan di wilayah itu. Ini, lanjut dia, merupakan catatan penting bagi KPU.

oleh Yunizafira Putri Arifin Widjaja diperbarui 29 Jun 2018, 18:47 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2018, 18:47 WIB
[Bintang] Jangan Cuma Mikirin Hari Libur, Ini Alasan Mengapa Kamu Harus Ikut Pilkada 27 Juni
Setelah libur Lebaran agak-agaknya aroma liburan sudah mulai tercium. Katanya Pilkada 27 Juni jadi hari libur lho. (Ilustrasi: Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 di sejumlah tempat di Papua masih saja terjadi. Terlihat dari 3 Kabupaten di Papua yakni Nduga, Painai, dan Yahukimo yang tak menggelar Pilkada serentak sesuai jadwal pada 27 Juni 2018.

Terkait hal itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw mengatakan, seharusnya tahapan pemilu di Papua dibuat berbeda dengan daerah lainnya. Supaya persoalan-persoalan di sana, seperti masalah pendistribusian logistik tidak lagi terjadi. Karena itu menurut dia, harus ada diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam suatu situasi yang dihadapi, dalam konteks aturan pemilu di Papua.

"Menurut saya di Papua harus ada diskresi sekarang ini. Boleh saja logistik itu didistribusikan lebih dulu," ucap Jerry dalam evaluasi penyelenggaraan pemilihan serentak 2018 bersama Gerakan Masyarakat Sipil Peduli Pemilu, di Bawaslu RI, JL MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (29/6/2018).

Jerry menuturkan, diskresi di Papua seharusnya dilakukan agar pilkada atau pemilu tak lagi mengalami penundaan di sana. Ini, lanjut dia, merupakan catatan penting bagi KPU.

"Dia (Papua) enggak harus mengikuti tahapan normal kayak daerah lain atau enggak sama. Teman-teman Bawaslu juga usulkan ke KPU untuk melakukan diskresi ya untuk persoalan-persoalan yang sama selalu kita alami (tak lagi kita alami)," tuturnya.

Dia menyatakan bahwa diskresi jangan dilihat sebagai pelanggaran aturan. Karena jika berbicara mengenai pelanggaran regulasi, maka, kata dia, pelaksanaan pilkada di 3 Kabupaten di Papua yang tidak sesuai jadwal pun merupakan pelanggaran akibat tidak melakukan sesuai peraturan.

"Kalau Pemilu tidak 27 juni itu pelanggaran undang-undang. Karena 171 daerah mengadakan (serentak di tanggal itu). Karena itu diskresi jangan lihat sebagai melanggar aturan," ujar Jerry.

 

Apresiasi Pilkada Aman Damai

Ilustrasi - otak suara Pilkada. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - otak suara Pilkada. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Gerakan Masyarakat Sipil Peduli Pemilu mengapresiasi keberhasilan pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 secara umum. Mereka juga mengapresiasi masyarakat yang dianggap semakin matang dalam berdemokrasi. Hal Ini dikatakan menjadi sebuah pelengkap keberhasilan dari penyelenggara pemilu-pemilu sebelumnya.

Namun mereka juga memberikan sejumlah catatan kritis sebagai bentuk evaluasi penyelenggaraan pilkada serentak 2018 ini.

"Hal ini (keberhasilan penyelenggaraan pilkada) membuat Indonesia layak dicatat sebagai negara panutan demokrasi. Namun demikian, kami mencatat beberapa permasalahan terkait kendala teknis," ucap Sekjen KIPP Kaka Suminta dalam pernyataan sikap Gerakan Masyarakat Sipil Peduli Pemilu, di Bawaslu RI, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (29/6/2018).

Daftar pemilih tetap tambahan (DPTB) dianggap masih banyak. Hal ini dilihat sebagai salah satu persoalan teknis selama Pilkada 2018.

"Menggambarkan belum baiknya DPT (daftar pemilih tetap) pemilihan. Selanjutnya masih muncul masalah terkait Surat Pemberitahuan Memilih (C6)," ujarnya.

Selain itu, mereka juga menyoroti masih adanya kotak kosong dalam pemilihan, meskipun hal tersebut diperbolehkan di dalam undang-undang. Juga terkait penundaan pemilihan di sejumlah TPS di Papua.

"Kemudian, terdapat pemilihan suara ulang (PSU) di 64 TPS di berbagal provinsi," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya