M Taufik Gugat PKPU, Gerindra Tolak Beri Bantuan Hukum

Habiburokhman menjelaskan, gugatan yang diajukan Muhammad Taufik, murni atas nama pribadi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 12 Jul 2018, 19:14 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2018, 19:14 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai kalangan dikabarkan menggugat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Salah satu poinnya yaitu mengatur larangan eks koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota dewan.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik yang juga politikus Partai Gerindra itu disebut-sebut turut mengajukan gugatan atas PKPU tersebut.

Ketua Umum Lembaga Advokasi Hukum DPP Gerindra Habiburokhman mempersilahkan bagi siapa saja yang ingin menggugat PKPU. Memang, secara aturan diperbolehkan.

"Ya kalau ada yang ingin mengajukan ini ya itu kan memang jalannya sebagaimana disampaikan oleh temen KPU, bahwa jika tidak menyepakati (PKPU) bisa ajukan uji materi. Kalau enggak salah waktunya 14 hari," terang dia di Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Habiburokhman menjelaskan, gugatan yang diajukan Muhammad Taufik, murni atas nama pribadi. Partai Gerinda, kata dia, tidak akan memberikan bantuan hukum.

"Kayaknya beliau sendiri, kita enggak tahu. Kita juga enggak kasih bantuan hukum," ungkap dia

Habiburokhman mengatakan, prinsipnyaPartai Gerindra menyerahkan kepadan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

"Karena saya dapat infonya bahwa terkait PKPU ini menunggu hasil pengujian di MA. Kalau memang sesuai uu diteruskan. Tapi jika tidak, ya tidak berlaku. Kami netral saja, apapun hasil dari MA kita hormati," tutup dia.

 

Larangan KPU

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif resmi diundangkan. Namun, jalan menuju ke sana tak mudah.

Usul KPU sempat dikritisi sejumlah partai. Kemenkumham pun pernah menolak mengundangkannya lantaran peraturan KPU itu dinilai bertentangan dengan undang-undang, meski akhirnya menyetujuinya

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengungkapkan kunci di balik persetujuan pemerintah terhadap larangan eks narapidana korupsi menjadi caleg.

"Programnya Presiden ini salah satunya bersih-bersih korupsi. Itu artinya ada titik temu apa yang dikerjakan KPU dengan programnya Presiden," ujar Hasyim, di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu 4 Juli 2018.

Menurut dia, sikap Presiden Jokowi sejak awal jelas menghormati keputusan KPU. Persetujuan itu, katanya, meliputi dua aspek.

Jokowi menghormati KPU sebagai lembaga mandiri yang independen. Di sisi lain, subtansi PKPU juga tak bertentangan dengan semangat Jokowi.

"Kalau membaca rilis humas resmi Istana kan sudah jelas yang Beliau ke Sulsel. Itu kan jelas sikapnya menghormati KPU," kata Hasyim.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya