Tak Sabar, Fayakhun Andriadi Beri Deadline Transfer Suap Bakamla

Hal ini terkuak saat surat dakwaan Fayakhun Andriadi dibacakan oleh jaksa penuntut umum pada KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Agu 2018, 01:16 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2018, 01:16 WIB
Ekspresi Fayakhun Andriadi Usai Kembali Diperiksa KPK
Ekspresi anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/6). Fayakhun diperiksa sebagai tersangka kasus Bakamla anggaran tahun 2016 APBN-P. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi sempat mengancam tidak akan mengawal usulan penambahan anggaran untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla), jika commitment fee sebesar 7 persen tidak direalisasikan. Hal ini terkuak saat surat dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum pada KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Kepada Direktur PT Rohde & Schwarz, Erwin Arief, sekaligus agen untuk PT Merial Esa pemenang lelang proyek pengadaan alat satelit monitoring, Fayakhun menanyakan komitmen Fahmi Darmawansyah. Fahmi yang merupakan suami artis Inneke Koesherawati merupakan Direktur PT Merial Esa.

Fahmi berjanji mengalokasikan 7 persen untuknya. Namun, jika jatah 7 persen tidak dibayar, Fayakhun Andriadi tidak mau mengawal penambahan anggaran Bakamla pada APBN-P 2016.

"Pada tanggal 2 Mei 2016, terdakwa melalui Erwin Arief menanyakan kepada Fahmi Darmawansyah mengenai fee sebesar 7 persen yang belum diberikan. Karena jika tidak segera diberikan maka terdakwa tidak mau "mengawal" usulan alokasi tambahan anggaran Bakamla di Komisi I DPR," ujar Jaksa Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).

Fahmi meyakinkan, jatah 7 persen dari nilai proyek Rp 1,2 triliun untuk Fayakhun akan direalisasikan.

Belum ada realisasi, Fayakhun mendesak agar pihak Fahmi segera memberikan 1 persen dari bagian 7 persen. Hingga akhirnya pihak Fahmi menggelontorkan USD 300 ribu pada tahap pertama pada 4 Mei 2016.

Jeda beberapa minggu, pihak Fahmi belum menuntaskan sisa dari jatah 1 persen Fayakhun. Tak kunjung mendapat transfer uang, Fayakhun menyampaikan kepada pihak Fahmi agar jatah 1 persen harus sudah direalisasikan paling lambat 23 Mei 2016.

Dia juga sempat menyampaikan protes kepada Erwin melalui pesan singkat Whatsapp dan diteruskan kepada Fahmi.

"Pada tanggal 12 Mei 2016 terdakwa mengingatkan Fahmi Darmawansyah melalui Erwin Arief dengan mengatakan melalui Whatsapp yaitu "petinggi sdh. Kurcaci bisa ngomel" yang maksudnya adalah agar sisa commitment fee segera dikirimkan kepada terdakwa," ujarnya.

Mendapat teguran seperti itu, Fahmi kembali mentransfer uang ke dua rekening perbankan luar negeri seperti arahan Fayakhun Andriadi.

 

2 Tahap ke 4 Rekening

Dalam proses suap, Fahmi mentransfer ke empat rekening perbankan luar negeri dalam dua tahap. Pertama, pada tanggal 4 Mei, Fahmi memerintahkan anak buahnya Muhamad Adami Okta untuk mentransfer USD 300 ribu.

Transfer dilakukan melalui dua rekening. Sebesar USD 200 ribu ke rekening bank di China atas nama Hangzhou Hangzhong Plastic. Kemudian USD 100 ribu ditransfer ke rekening bank di China atas nama Guangzhou Ruiqi Oxford Cloth Co. Ltd.

Kedua, di akhir Mei 2016, Fahmi kembali memerintahkan Adami mentransfer sisa dari 1 persen komitmen fee Fayakhun. Sama dengan tahap pertama, Fayakhun kembali meminta pihak Fahmi agar transfer dilakukan di rekening perbankan luar negeri.

Sebesar USD 110 ribu ditransfer ke rekening ABS AG Singapura atas nama Omega Capital Aviation Ltd. Kemudian, USD 501.480 ditransfer ke rekening OCBC Bank Singapura atas nama Abu Djaja Bunjamin.

Setelah semua uang komitmen fee 1 persen yang jumlah seluruhnya sebesar USD 911.480,00 ditransfer masuk ke empat nomor rekening yang diberikan oleh terdakwa maka selanjutnya memerintahkan Agus Gunawan, staf Fayakhun, untuk mengambil uang tersebut secara tunai.

Sementara itu, anggaran untuk pengadaan alat satelit monitoring Bakamla sebesar Rp 500 miliar dari total usulan penambahan anggaran pada APBN-P senilai Rp 1,2 triliun.

Atas perbuatannya Fayakhun didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya