Mengenal Silat Beksi, Seni Bela Diri Khas Betawi Dikenal Dengan Ciri Khas Main Pukulan

Dalam perkembangannya, teknik dan filosofi Silat Beksi mengalami penyesuaian agar lebih sesuai dengan karakter dan kebutuhan masyarakat Betawi.

oleh Panji Prayitno Diperbarui 11 Apr 2025, 00:00 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2025, 00:00 WIB
Mengenal Silat Beksi, Seni Bela Diri Khas Betawi Dikenal Dengan Ciri Khas Main Pukulan
Silat Beksi, Seni Bela Diri Asal Betawi yang Eksis Hingga Kini... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Silat Beksi adalah salah satu aliran silat khas Betawi yang memiliki sejarah panjang dan erat kaitannya dengan budaya masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Kata Beksi sendiri berasal dari istilah dalam bahasa Hokkien, yaitu Bek Si, yang berarti pertahanan diri.

Hal ini menunjukkan bahwa silat ini memiliki pengaruh dari budaya Tionghoa yang sejak dahulu memang berdampingan dengan budaya Betawi. Silat Beksi mulai dikenal luas pada abad ke-18 dan berkembang pesat di daerah Tangerang, khususnya di kalangan masyarakat Betawi peranakan dan keturunan Tionghoa yang menetap di wilayah tersebut.

Pendiri utama Silat Beksi adalah Lie Tjeng Hok, seorang keturunan Tionghoa yang bermukim di Tangerang pada abad ke-19. Ia mengajarkan seni bela diri ini kepada masyarakat sekitar, termasuk penduduk asli Betawi, hingga akhirnya Silat Beksi menjadi bagian dari warisan budaya mereka.

Dalam perkembangannya, teknik dan filosofi Silat Beksi mengalami penyesuaian agar lebih sesuai dengan karakter dan kebutuhan masyarakat Betawi. Itulah sebabnya silat ini kemudian lebih dikenal sebagai Maen Pukulan oleh warga Betawi, sebutan khas untuk gaya bela diri mereka yang menekankan pukulan cepat dan teknik bertahan yang solid.

Silat Beksi berkembang pesat di berbagai kampung di Betawi, terutama di wilayah Jakarta Barat, seperti Rawa Belong, Kalideres, dan Cengkareng. Banyak pendekar dari generasi ke generasi yang mewarisi dan mengajarkan ilmu ini, sehingga tetap eksis hingga saat ini.

Meskipun awalnya lebih dikenal sebagai seni bela diri untuk pertahanan diri dari ancaman perampok atau penjajah, kini Silat Beksi telah menjadi bagian dari identitas budaya Betawi yang kerap dipertunjukkan dalam berbagai acara seni dan budaya.

Silat Beksi memiliki ciri khas yang membedakannya dari aliran silat lainnya di Indonesia. Salah satu karakteristik utama Silat Beksi adalah postur kuda-kuda yang kuat dan stabil, serta teknik pukulan yang cepat dan bertubi-tubi.

Dalam praktiknya, Silat Beksi lebih menitikberatkan pada serangan tangan dibandingkan tendangan, sehingga sering kali disebut sebagai seni Maen Pukulan. Hal ini sejalan dengan filosofi bela diri masyarakat Betawi yang mengutamakan kecepatan dan efisiensi dalam pertarungan.

Gerakan dalam Silat Beksi umumnya bersifat praktis dan langsung, dengan tujuan melumpuhkan lawan secepat mungkin. Teknik dasarnya meliputi pukulan lurus, sodokan, serta serangan menggunakan siku yang dikombinasikan dengan pergerakan tubuh yang lincah.

Tantangan Besar

Selain itu, ada juga teknik tangkisan yang khas, yang bertujuan untuk menahan atau mengalihkan serangan lawan sebelum melakukan serangan balik. Setiap teknik dalam Silat Beksi dirancang agar dapat diterapkan dalam situasi nyata, baik dalam perkelahian jalanan maupun pertarungan jarak dekat.

Selain itu, Silat Beksi juga mengajarkan teknik kuncian dan bantingan, meskipun tidak sebanyak dalam aliran silat lain seperti Cimande atau Cikalong. Namun, yang menjadi keunggulan utama Beksi adalah kemampuannya dalam menghadapi lawan dengan serangan bertubi-tubi dalam waktu singkat.

Teknik ini mengandalkan koordinasi tangan yang baik serta kemampuan membaca pergerakan lawan dengan cepat. Oleh karena itu, latihan Silat Beksi sering kali melibatkan latihan refleks dan ketahanan fisik agar setiap gerakan dapat dilakukan dengan presisi dan kecepatan tinggi.

Sebagai salah satu warisan budaya Betawi, Silat Beksi memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai seni bela diri tetapi juga sebagai bagian dari tradisi dan identitas komunitas.

Di berbagai wilayah di Jakarta dan Tangerang, Silat Beksi sering diajarkan secara turun-temurun dari guru ke murid, baik melalui perguruan resmi maupun secara informal di lingkungan kampung. Setiap perguruan Silat Beksi biasanya memiliki variasi teknik dan metode latihan yang khas, tergantung pada silsilah dan tradisi yang diwariskan oleh para pendekarnya.

Dalam budaya Betawi, Silat Beksi juga kerap menjadi bagian dari berbagai acara adat dan perayaan, seperti pernikahan, khitanan, dan hajatan lainnya. Pertunjukan silat sering dijadikan hiburan bagi tamu undangan dan sebagai simbol kesiapan seorang pria Betawi dalam menjaga kehormatan dan keamanan keluarga.

Bahkan, dalam beberapa komunitas, Silat Beksi menjadi syarat bagi seorang pemuda sebelum dianggap dewasa dan siap untuk menikah. Selain itu, Silat Beksi juga memiliki nilai spiritual yang mendalam.

Banyak perguruan yang mengajarkan filosofi hidup dan kedisiplinan melalui latihan silat ini. Para murid diajarkan untuk tidak hanya menguasai teknik bertarung, tetapi juga memahami nilai-nilai kesopanan, keberanian, serta tanggung jawab terhadap sesama.

Prinsip utama dalam Silat Beksi adalah membela yang benar dan menegakkan keadilan, sehingga ilmu ini tidak boleh digunakan untuk kesombongan atau tindakan yang merugikan orang lain. Meskipun memiliki akar yang kuat dalam budaya Betawi, Silat Beksi menghadapi berbagai tantangan di era modern.

Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari seni bela diri tradisional. Di tengah maraknya olahraga bela diri modern seperti MMA dan muay thai, banyak pemuda yang lebih tertarik pada bela diri yang bersifat internasional daripada mempelajari silat tradisional.

Hal ini membuat banyak perguruan Silat Beksi harus beradaptasi dengan cara baru dalam mengajarkan dan mempromosikan seni bela diri ini. Beberapa perguruan Silat Beksi kini mulai menggunakan media sosial dan platform digital untuk memperkenalkan seni bela diri ini kepada khalayak yang lebih luas.

Demonstrasi silat dalam berbagai acara budaya dan festival juga menjadi salah satu cara untuk menjaga eksistensi Silat Beksi. Selain itu, beberapa komunitas juga bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengajarkan Silat Beksi di sekolah-sekolah sebagai bagian dari ekstrakurikuler budaya lokal.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Silat Beksi tetap bertahan sebagai salah satu ikon budaya Betawi yang unik dan berharga. Upaya pelestarian yang terus dilakukan oleh para pendekar dan pecinta budaya Betawi, Silat Beksi diharapkan tetap eksis dan berkembang di masa depan.

Menjadi kebanggaan masyarakat Betawi dan warisan budaya yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Silat Beksi bukan sekadar seni bela diri, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai dan identitas masyarakat Betawi.

Dengan teknik yang khas, filosofi yang mendalam, serta peranannya dalam budaya lokal, Silat Beksi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta dan sekitarnya.

Meskipun menghadapi tantangan di era modern, dengan upaya pelestarian yang berkelanjutan, seni bela diri ini tetap dapat bertahan dan berkembang sebagai warisan budaya yang membanggakan. Bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang budaya Betawi, mempelajari Silat Beksi bisa menjadi pengalaman yang menarik dan berharga.

Penulis: Belvana Fasya Saad

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya