KPK: Butuh Proses Panjang Jerat Lippo Group di Suap Izin Meikarta

Febri mengatakan, berdasarkan peraturan Mahkamah Agung, untuk menetapkan korporasi sebagai tersangka, pihaknya harus melihat terlebih dahulu apakah dalam kasus suap tersebut murni perbuatan pribadi atau pihak pengendali perusahaan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Okt 2018, 11:31 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2018, 11:31 WIB
Terjerat Perizinan, Pembangunan Proyek Meikarta Tetap Berjalan
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (18/10). Pengerjaan proyek Meikarta tetap berjalan meski KPK menetapkan adanya suap perizinan lahan seluas 774 hektare tersebut. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menyatakan membuka kemungkinan untuk menjerat Lippo Group sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan proyek Meikarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, butuh proses yang panjang sebelum menjerat korporasi menjadi tersangka. Banyak hal yang harus didalami oleh tim penyidik lembaga antirasuah.

"Tentu ini membutuhkan proses yang panjang," ujar Febri saat dikonfirmasi, Sabtu (20/10/2018).

Febri mengatakan, berdasarkan peraturan Mahkamah Agung, untuk menetapkan korporasi sebagai tersangka, pihaknya harus melihat terlebih dahulu apakah dalam kasus suap tersebut murni perbuatan pribadi atau pihak pengendali perusahaan.

"Kalau itu perbuatan personil, berarti orang-orang yang berada di dalam korporasi tersebut yang melakukan. Sedangkan perbuatan korporasi ada beberapa teori yang menjelaskan sebenarnya, pertama tentu harus dibuktikan bahwa ada yang disebut dengan directing mind atau pengendali dari korporasi itu," kata Febri.

Menurut Febri, pengendali perusahaan tidak hanya mereka yang mendapatkan jabatan formil dalam perusahaan tersebut. Meski namanya tak tertera dalam struktur organisasi di sebuah perusahaan, namun dalam penyelidikan dan penyidikan terbukti bahwa dia yang mengendalikan, maka jeratan korporasi bisa diberikan oleh pihak KPK.

"Nah setelah kita temukan directing mind tersebut tentu harus dilihat instruksinya apa, perbuatan setelah instruksi itu apa untuk kepentingan korporasi, ini tentu butuh pembuktian bagaimana rincian dari kerjasama dari orang-orang yang mendapatkan perintah," kata Febri.

Yang termudah dalam menjerat korporasi sebagai tersangka adalah dengan membuktikan apakah korporasi tersebut mendapat keuntungan atau tidak dalam sebuah proyek.

Terkait dengan indikasi-indikasi tersebut, Febri menyatakan pihak lembaga antirasuah belum memiliki kesimpulan untuk menjerat Lippo Group dalam kasus suap izin Meikarta.

"Sampai saat ini tentu belum ada kesimpulan, itu karena penyidikan masih kami lakukan pada sembilan tersangka yang sudah kami tetapkan sebelumnya," kata Febri.

 

Bupati Bekasi Tersangka

Terjerat Perizinan, Pembangunan Proyek Meikarta Tetap Berjalan
Pekerja menyelesaikan pembangunan Apartemen Meikarta di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (18/10). KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro tersangka suap perizinan proyek Meikarta. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Bupati Neneng dan kawan-kawan didug menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya