Menhan: Awasi Terorisme Butuh Satelit dan Drone

Ryamizard menegaskan, aksi-aksi yang dilakukan teroris selama ini bukan ajaran Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Nov 2018, 18:08 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2018, 18:08 WIB
Bahas Anggaran 2019, Menhan Raker Dengan Komisi I DPR
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat megikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/10). Raker tersebut membahas anggaran pertahanan untuk Tahun Anggaran 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan, untuk memantau pergerakan terorisme dibutuhkan satelit dan drone.

"Satelit siapa aja yang dikasih. Bicara terorisme kan musuh dunia, mereka senang menawarkan perlunya apa, Inggris, Perancis, Jerman. Kalau saya telepon juga jadi, tapi tunggu, kita minta bantuan kalau penting, kalau kita mampu," kata Ryamizard di seminar "Ensuring Regional Stability Through Cooperation on Counter Terrorism di Indo Defence 2018 and Forum" di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (8/11/2018).

Ryamizard menegaskan, aksi-aksi yang dilakukan teroris selama ini bukan ajaran Islam. 

"Teroris bukan Islam, Islam bukan seperti itu. Itu merusak Islam. Jadi sebetulnya teroris adalah musuh Islam. Islam membawa rahmat di muka bumi ini," katanya seperti dilansir Antara.  

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menambahkan, untuk mencegah terorisme diperlukan kerja sama semua negara dan seluruh elemen bangsa. 

"Harus bersama-sama rakyat kalau cuma tentara cuma 2 persen," ucapnya.


Patroli Laut

Sementara itu Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Negrillo Lorenzana, mengatakan, patroli laut yang dilakukan dalam kerangka perjanjian trilateral untuk melawan pembajakan di laut. 

Menurut dia, patroli tersebut cukup efektif, sebagaimana patroli yang dilakukan pada tahun 2017, dimana sejak patroli bersama dilakukan pembajakan atau penculikan di laut mulai berkurang. 

Selain itu, kata dia, Filipina juga aktif dalam ADMM dan KTT Asia serta latihan bersama dengan Brunei Darussalam.

Ia mengatakan, usaha untuk memerangi kejahatan transnasional dalam memerangi terorisme di kawasan maritim penting dilakukan. Filipina pun mematuhi ketentuan UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea) atau konferensi PBB tentang hukum laut.

"Tantangan utama dalam menghadapi terorisme di Laut Sulu yang cukup sibuk, butuh kekuatan yang cukup besar," katanya.

Ia menambahkan, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah adanya "trust building" antara Indonesia dengan Filipina untuk sharing informasi, dimana tujuan dalam memerangi terorisme dalam kerangka "Our Eyes" ini merupakan tindakan yang signifikan. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya