Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak wacana perda agama. Penolakan PSI ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak yang tak sependapat adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ketua Umum PSI Grace Natalie pun berharap masalah ini bisa didiskusikan. Pasalnya, dasar PSI menolak wacana perda agama tersebut hanyalah ingin memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Baca Juga
"Ini sekaligus pendidikan politik kapada masyarakat. Sekarang ini kalau berbeda seolah-olah salah. Ayo dong kita diskusi, yang mana yang tidak setujunya," ujar Grace saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/11/2018).
Advertisement
Menurut dia, diskusi lebih baik ketimbang langsung melayangkan laporan ke aparat penegak hukum. "Jadi jangan enggak setuju terus kemudian lapor. Penjara bisa penuh dengan orang-orang yang dilaporin," kata dia.
Menanggapi reaksi keras atas sikap PSI terkait perda agama, Grace sebenarnya menyesalkan. Pasalnya PSI selalu membuka ruang diskusi kepada semua pihak.
"Kalau ini datang dari polikus senior kami justru menyayangkannya. Kita ini pendatang baru di politik. Tapi kami jutru open untuk diajak diskusi," ungkap dia.
Grace Natalie menyatakan, penolak PSI terhadap peraturan daerah (Perda) berbasis agama lantaran ingin Indonesia memiliki produk hukum yang menyeluruh untuk setiap personal hingga seluruh pemeluk kepercayan manapun.
"PSI tidak anti agama sama sekali, tidak. Justru pertanyannya, kami menolak perda-perda berbasis agama karena kami ingin menempatkan agama di tempat yang tinggi. Karena agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik," tutur mantan jurnalis itu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kata PPP
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PPP, Arwani Thomafi menyayangkan pernyataan Grace Natalie yang menolak perda keagamaan baik itu perda syariah maupun perda injil. Menurut Arwani, pernyataan itu bahkan bisa diartikan anti-NKRI dan anti-Pancasila.
Sikap PSI itu menurut Arwani juga mencerminkan ketidaktahuan mereka tentang sejarah dan hukum di Indonesia. Para pendiri bangsa sudah sepakat sepakat bahwa aturan di bawah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bisa mengatur atau mengadopsi hukum keagamaan.
Ia menambahkan, sepanjang UU dan perda itu dibentuk berdasarkan prosedur legislasi yang benar sesuai aturan, maka harus diterima sebagai bagian hukum nasional atau daerah. Bahkan saat ini sebenarnya sudah banyak regulasi bernuansa agama yang sudah dinikmati masyarakat Indonesia.
Arwani mencontohkan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan bentuk terbaik dari adopsi hukum agama syariah dalam hukum positif negara. Regulasi ini terbukti berjalan baik dan tetap dalam semangat NKRI.
UU ini membuat perkawinan bisa dilakukan menurut agama masing-masing. Menurut dia, sikap PSI justru berpotensi memecah-belah serta menimbulkan keresahan di masyarakat dan bisa disebut ingin mencerabut akar Indonesia dari negara berketuhanan.
Advertisement