Polemik Penunjukan Doni Monardo, Pengamat: Ada Ruang Pelibatan TNI di BNPB

Penunjukan Doni Monardo yang berstatus anggota TNI aktif menuai polemik.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 09 Jan 2019, 12:40 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2019, 12:40 WIB
Letjen Doni Monardo
Letjen Doni Monardo mengikuti pelantikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Istana Negara, Rabu (9/1). Doni Monardo dilantik oleh Presiden Joko Widodo menggantikan Kepala BNPB sebelumnya, Willem Rampangilei. (Liputan6.com/Angga Yuniar

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi resmi melantik Letjen Doni Monardo sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Keputusan ini mendapat sorotan, sebab Doni merupakan Perwira Aktif TNI.

UU nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), melarang TNI aktif menduduki jabatan sipil. Hal itu tertuang dalan pasal 47 ayat 1. Sedangkan ayat 2, memuat jabatan yang boleh diduduki hanya di Kemenko Polhukam, Kemenhan, BIN, Sandi Negara, Lemhanas, Sekretaris Militer Presiden, Dewan Pertahanan Nasional, Basarnas, BNN, dan MA.

Pengamat militer Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, berpendapat, keputusan Jokowi harus dikaji dengan merujuk Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, yang diturunkan dalam Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008.

"Dalam Perpres itu membuka ruang untuk pelibatan prajurit TNI. Jadi bukan di Undang-Undang TNI-nya, tapi di penanggulangan bencana, itu ada. Di sana disebutkan ada unsur-unsur pelaksana BNPB," ucap Edy kepada Liputan6.com, Rabu (9/1/2019).

Dia pun mendengar kabar, Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 telah direvisi pemerintah. Aturan barunya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2019.

"Perpres Nomor 1 tahun 2019 itu, salah satunya mengatur pelibatan Kemenko Polhukam dan Kemenko PMK. Kalau itu melibatkan Kemenko Polhukam, TNI (Perwira aktif) bisa masuk. Ruangnya ada," ungkap Edy.

Dia menuturkan, untuk membaca pelantikan Doni, harus dimulai dari Perpres yang mengatur penanggulangan bencana. Selanjutnya, disesuaikan dengan peraturan soal administrasi prajurit.

"Kita cek lagi, di dalam PP Nomor 39 tentang Administrasi Prajurit TNI, itu dikatakan bahwa sudah dapat menduduki jabatan di instansi lain, yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Jadi penjurunya harus aturan penanggulangan bencana dulu," jelas Edy.

Menurutnya, tak ada pertentangan antara Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007dengan UU TNI Pasal 47 ayat 2.

"Jadi cantolannya adalah UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dan konsisten dengan ini prajurit aktif TNI dapat menduduki 10 K/L termasuk search and rescue (SAR) sebagaimana dinyatakan dalam UU TNI Pasal 47 Ayat 2," tutur Edy.

Ia juga melihat, penanganan bencana harus terintegrasi. Hal itu sebenarnya sudah dipikirkan sejak lama.

"Perubahan itu sudah pernah dipikirkan sejak Desember 2017. Intinya adalah penanganan yang lebih terintegratif," jelas Edy.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Semangat Presiden

Sementara, pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi, melihat ada semangat pemerintah ingin BNPB dijabat Perwira aktif. Tujuannya, agar mudah berkoordinasi dengan instansi lainnya, baik Basarnas, TNI dan polisi.

"Kalau dia masih aktif, akan mudah mengkoordinasikan. Selama ini, bacaan saya, meskipun bukan ahli kebencanaan, saya melihat koordinasinya berantakan. Polisi sendiri, Basarnas sendiri, ini kan enggak bagus," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya