Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam memulangkan Siti Aisyah ke Tanah Air. Aisyah bebas dari kasus pembunuhan tokoh politik Korea Utara di Malaysia.
"Bagi saya, pemerintah sudah menjalankan tugas konstitusionalnya untuk melindungi segenap warga negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat dalam empat tahun terakhir pemerintah sudah berhasil memulangkan 279 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri," kata Charles dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Meski demikian, politikus PDIP itu menyebut data Kemenlu akhir 2018 masih ada 165 WNI yang terancam hukuman mati di sejumlah negara. Menurut dia, para pekerja lain juga berhak untuk mendapatkan upaya maksimal dan diplomasi total dari negara untuk bisa pulang ke Tanah Air, sama seperti Siti Aisyah.
Advertisement
"Mereka juga berhak mendapatkan perhatian publik yang tidak kalah dari kasus Siti Aisyah. Jangan sampai kejadian yang menimpa Tuti Tursilawati, TKI yang dihukum mati di Arab Saudi tanpa pemberitahuan otoritas setempat, terulang lagi. Saat ini masih ada setidaknya 13 WNI yang menunggu hukuman mati di Saudi," jelasnya.
Charles mengatakan, ancaman hukuman mati WNI di luar negeri terjadi karena kasus pembunuhan majikan. Padahal, menurut dia, pada TKI terpaksa membunuh karena membela diri.
"Bukan karena tiba-tiba menjadi psikopat, tetapi karena dilecehkan, dianiaya bahkan diperkosa oleh sang majikan. Artinya, kekerasan itu terjadi karena tidak ada perlindungan yang memadai bagi buruh migran Indonesia di tempat mereka bekerja," terangnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Hentikan Pengiriman TKI
Charles mendesak pemerintah menghentikan pengiriman buruh migran Indonesia ke negara-negara yang tidak memiliki regulasi perlindungan tenaga kerja yang kuat sesuai dengan standar perlindungan HAM.
"Arab Saudi adalah salah satu negara yang masuk dalam kategori tersebut," ucapnya.
Ke depan, Charles berharap pemerintah mencari solusi komprehensif, sehingga kita tidak lagi mengirim PRT, tetapi pekerja profesional ke luar negeri.
Advertisement