KPK Tetapkan Bupati Kepulauan Talaud Tersangka Suap

KPK menetapkan tiga tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2019, 22:23 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2019, 22:23 WIB
Ekspresi Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Terjaring OTT KPK
Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut) Sri Wahyumi Maria Manalip tiba dikawal petugas di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/04/2019). Sri Wahyumi Maria terjaring OTT terkait dugaan suap proyek pembangunan pasar dengan barang bukti total senilai Rp 500 juta. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) bersama dua orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019.

"Setelah melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan, yaitu maksimal 24 jam pertama yang dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/4/2019) malam.

KPK menetapkan tiga tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan, yakni diduga sebagai pemerima Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dan Benhur Lalenoh (BNL) seorang tim sukses dari Bupati dan juga pengusaha.

Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha.

Sebagai pihak yang diduga penerima Sri Wahyumi dan Benhur Lalenoh disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Bernard Hanafi Kalalo disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Basaria pun menjelaskan terkait konstruksi perkara kasus tersebut bahwa tim KPK mendapatkan informasi adanya permintaan fee 10 persen dari Bupati melalui Benhur sebagai orang kepercayaan Bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.

"BNL bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen," ucap Basaria.

 

Kode DP Teknis

Benhur kemudian menawarkan kepada Bernard proyek di Kabupaten Talaud dan meminta fee 10 persen. Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, Benhur meminta Bernard memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.

"Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya BNL mengajak BHK untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah Bupati melalui BNL. BHK diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan Bupati di Jakarta," ungkap Basaria.

Terkait fee yang diharuskan oleh Bupati Talaud, kata dia, Benhur meminta Bernard memberi barang-barang mewah mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen.

"Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo. Diduga terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh BNL yang merupakan orang kepercayaan Bupati," tuturnya.

Adapun, kata Basaria, kode fee dalam perkara ini yang digunakan adalah "DP Teknis".

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya