Liputan6.com, Jakarta - Tak banyak yang tahu kalau pelaksanaan Pemilu 2019 berbeda dengan tahun sebelumnya. Jika Pemilu 2014 memakai sistem Kuota Hare yang mengedepankan metode Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) dalam menentukan jumlah kursi legislatif, maka Pemilu 2019 menggunakan sistem atau metode Webster/Sainte-Laguë untuk menghitung suara para caleg.
Pada pemilu sebelumnya, penentuan kursi dilakukan dengan mencari terlebih dahulu Bilangan Pemilih Pembagi (BPP) dari jumlah suara sah dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia. Kemudian tiap partai politik yang mendapatkan angka BPP otomatis mendapatkan kursinya. Sisa kursi yang tersedia akan ditentukan dengan ranking atau perolehan suara terbanyak tiap partai politik.
Pada Pemilu 2019, kita diperkenalkan dengan sistem yang baru sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Model Webster/Sainte-Laguë ini tidak eksplisit disebutkan dalam UU Pemilu. Namun, Pasal 420 menyebutkan tentang aturan penetapan perolehan kursi tiap partai politik, yang tak lain menggunakan cara tersebut.
Advertisement
Pasal 420
Penetapan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
a. penetapan jumlah suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu di daerah pemilihan sebagai suara sah setiap partai politik.
b. membagi suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3,5,7 dan seterusnya.
c. hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada huruf b diurutkan berdasarkan jumlah nilai terbanyak.
d. nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nilai terbanyak kedua mendapat kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi.
Metode Webster/Sainte-Laguë yang seringkali disebut dengan metode Webster atau metode Sainte-Laguë ini adalah metode nilai rata-rata tertinggi yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang telah dimenangkan dalam suatu pemilihan umum.
Di Eropa, istilah ini dinamai dari matematikawan Prancis André Sainte-Laguë. Sementara di Amerika Serikat istilah ini berasal dari negarawan dan senator Daniel Webster. Webster pertama kali mengusulkan metode ini pada tahun 1832, dan pada 1842 metode ini mulai digunakan dalam pembagian kursi kongres di Amerika Serikat.
Sementara itu, André Sainte-Laguë memperkenalkan metode ini di Prancis pada tahun 1910. Tampaknya publik di Prancis dan Eropa belum pernah mendengar informasi mengenai metode Webster hingga masa berakhirnya Perang Dunia II.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, sistem konversi suara menjadi kursi Sainte Lague yang digunakan pada Pemilu 2019 akan menjaga keseimbangan suara yang diraih dengan jatah kursi. Sebab, sistem Sainte Lague lebih mengedepankan aspek proporsionalitas antara perolehan suara dan perolehan kursi suatu partai.
"Kalau dibilang sistem ini (Sainte Lague) lebih menguntungkan partai besar dibandingkan partai menengah atau kecil, kurang tepat. Sistem ini lebih menjaga proporsionalitas antara perolehan kursi dan perolehan suara," kata Titi dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 24 Maret 2019.
Menurut dia, sistem Sainte Lague lebih adil dan memberikan kesempatan kepada setiap partai termasuk partai menengah dan kecil untuk bersaing. Dengan sistem ini, maka partai yang mampu meraih suara terbanyak akan proporsional dengan perolehan kursinya di parlemen.
"Jadi, kursi yang diperoleh mesti proporsional dengan suara yang diperoleh. Sebagai contoh kalau partai dapat suara 10 persen, maka dapat kursinya pun akan proporsional, yakni 10 kursi di parlemen," jelas Titi.
Dia menilai, sistem ini akan memberikan insentif kepada partai, yang meraih suara banyak akan mendapatkan kursi yang banyak pula. Sementara partai yang mendapatkan suara yang kecil, maka kemungkinan akan mendapatkan sedikit kursi di parlemen.
"Kalau dalam sistem Sainte Lague tidak dikenal lagi sisa suara melainkan pembagian dengan menggunakan bilangan pembagi konstan, yakni bilangan ganjil, satu, tiga, tujuh dan sembilan. Jadi, tidak ada lagi sisa suara," terang dia.
"Contoh, kalau partai pertama mendapatkan 900 ribu suara, dan partai kedua mendapatkan 100 ribu suara, itu bisa-bisa hampir semua kursi diperoleh partai yang mendapatkan suara terbanyak," pungkas Titi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Cara Kerja Sistem Sainte Lague
Yang pertama harus diingat, partai politik yang suaranya bisa dibagi dengan sistem ini adalah yang telah memenuhi ambang batas parlemen sebanyak 4 persen dari jumlah suara (Pasal 414 ayat 1 UU Pemilu). Setelah itu barulah digunakan sistem Sainte Lague untuk mengonversi suara partai politik menjadi kursi di parlemen.
Sebagai contoh, berikut cara menghitung perolehan kursi dengan sistem Sainte Lague apabila dalam satu daerah pemilihan (dapil) tersedia 6 kursi.
1. Partai A mendapat total 240.000 suara
2. Partai B mendapat 150.000 suara
3. Partai C mendapat 90.000 suara
4. Partai D mendapat 50.000 suara
A. Cara Menentukan Kursi Pertama
Untuk menentukan kursi pertama, maka masing-masing partai akan dibagi dengan angka 1.
1. Partai A 240.000/1 = 240.000
2. Partai B 150.000/1 = 150.000
3. Partai C 90.000/1 = 90.000
4. Partai D 50.000/1 = 50.000
Dengan hasil pembagian itu, maka yang mendapatkan kursi pertama di dapil tersebut adalah Partai A dengan jumlah 240.000 suara.
B. Cara Menentukan Kursi Kedua
Berhubung Partai A sudah menang pada pembagian 1, maka untuk selanjutnya Partai A akan dihitung dengan pembagian angka 3. Sementara Partai B, C dan D tetap dibagi angka 1.
1. Partai A 240.000/3 = 80.000
2. Partai B 150.000/1 = 150.000
3. Partai C 90.000/1 = 90.000
4. Partai D 50.000/1 = 50.000
Maka yang mendapatkan kursi kedua adalah Partai B dengan perolehan 150.000 suara.
C. Cara Menentukan Kursi Ketiga
Untuk menentukan kursi ketiga, maka Partai A dan Partai B akan dibagi dengan angka 3. Sementara Partai C dan D akan dibagi dengan angka 1.
1. Partai A 240.000/3 = 80.000
2. Partai B 150.000/3 = 50.000
3. Partai C 90.000/1 = 90.000
4. Partai D 50.000/1 = 50.000
Maka yang mendapatkan kursi ketiga adalah partai C dengan perolehan 90.000 suara.
D. Cara Menentukan Kursi Keempat
Untuk menentukan kursi keempat, maka Partai A, Partai B dan Partai C akan masing-masing dibagi dengan angka 3, sementara Partai D akan tetap dibagi 1.
1. Partai A 240.000/3 = 80.000
2. Partai B 150.000/3 = 50.000
3. Partai C 90.000/3 = 30.000
4. Partai D 50.000/1 = 50.000
Maka yang mendapatkan kursi keempat adalah Partai A dengan perolehan 80.000 suara.
E. Cara Menentukan Kursi Kelima
Berhubung Partai A sudah mendapatkan dua kursi, yakni kursi pertama dan kursi keempat, maka selanjutnya Partai A akan dibagi dengan angka 5. Sementara Partai B, Partai C dan Partai D dibagi dengan masing-masing angka 3.
1. Partai A 240.000/5 = 40.800
2. Partai B 150.000/3 = 50.000
3. Partai C 90.000/3 = 30.000
4. Partai D 50.000/3 = 16.660
Dengan demikian maka yang mendapatkan kursi kelima adalah Partai B dengan perolehan 50.000 suara.
F. Cara Menentukan Kursi Keenam
Berhubung Partai A dan Partai B masing-masing sudah mendapatkan dua kursi, maka kedua partai tersebut akan dibagi 5. Sementara Partai C dan Partai D masih tetap dibagi 3.
1. Partai A 240.000/5 = 40.800
2. Partai B 150.000/5 = 30.000
3. Partai C 90.000/3 = 30.000
4. Partai D 50.000/3 = 16.660
Dengan demikian, maka yang mendapatkan kursi keenam adalah Partai A dengan perolehan 40.800 suara.
Advertisement