Liputan6.com, Jakarta - Aparat kepolisian hingga saat ini masih menyelidiki pelaku dan penyebab kerusuhan aksi 21-22 Mei 2019 di Ibu Kota Jakarta.
Dalam pengembangannya, Polres Metro Jakarta Barat menangkap dua orang yang diduga menjadi provokator dalam kericuhan pada 22 Mei di kawasan Slipi, Jakarta Barat.
Selain itu, polisi juga menangkap kelompok penyusup aksi damai di Jakarta berakhir rusuh. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka jual beli senjata api (senpi) ilegal.
Advertisement
Yang lebih mengagetkan, rupanya para tersangka ini diduga dibayar untuk membunuh beberapa orang tokoh nasional, salah satunya Menko Polhukam Wiranto.
Berikut temuan-temuan terbaru dari aksi damai 21-22 Mei yang berakhir rusuh dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Tangkap Dua Provokator
Polres Metro Jakarta Barat menangkap dua orang yang diduga menjadi provokator dalam kericuhan pada 22 Mei di kawasan Slipi, Jakarta Barat.
Kapolres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengatakan, dua tersangka berinisial HW (31) dan DS (26) tersebut ditangkap akibat menyebarkan provokasi dengan kata-kata tidak senonoh pada personel TNI-Polri yang bertugas meredam aksi anarkis massa di Jembatan Layang Cideng.
Dijelaskannya, kedua tersangka tersebut merekam video provokasi di atas Jembatan Layang Cideng dan menyebarkannya melalui media sosial Facebook, Instagram, maupun WhatsApp.
Hengki menyebut tindakan keduanya sangat berbahaya dan jajarannya akan memberikan tindakan tegas sebagai efek jera agar kejadian serupa tidak terulang.
"Akibatnya sangat fatal, banyak kejadian-kejadian di lapangan semakin brutal akibat provokasi melalui media sosial. Oleh karenanya, kita harus memberikan efek jera, di sini kami memberikan efek deteren," ujar Kombes Hengki di Jakarta, Senin, 27 Mei 2019.
Unit siber Polres Metro Jakarta Barat melacak kedua provokator tersebut dan ditangkap di tempat berbeda pada Minggu 26 Mei 2019.
"Melalui patroli siber Polres Metro Jakarta Barat, kita adakan penangkapan pada tanggal 26 Mei di dua tempat, yaitu Bekasi dan Jakarta Timur," tutur Hengki seperti dikutip Antara.
DS diketahui berprofesi sebagai pengemudi ojek daring yang meminjamkan jaketnya kepada tersangka HW yang pengangguran dan kemudian membuat video provokasi tersebut. Kedua provokator tersebut ditangkap karena secara meyakinkan telah melanggar pasal dalam Undang-udang ITE.
"Sebelum melakukan penangkapan, kami melakukan pemeriksaan dengan ahli tata bahasa, dari pihak Kominfo, jadi oleh UU ITE semua memenuhi unsur, bahwa yang menggunakan gas air mata itu petugas dari pihak kepolisian, yang melakukan pengamanan juga ada TNI di dalamnya, jadi mengerucut pada pasal yang disangkakan," tutur Hengki.
Atas perbuatannya kedua dijerat dengan Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Advertisement
2. Enam Tersangka Kunci Ditangkap dan Dibayar Dolar Singapura
Polisi menangkap enam tersangka kunci dalam kerusuhan 21 dan 22 Mei lalu. Mereka diduga melakukan jual beli senjata api (senpi) ilegal. Keenam tersangka itu masing-masing berinsial HK alias Iwan, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.
"Tersangka AF ini seorang perempuan. Yang tadi lima tersangka laki-laki," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal.
Mereka ditangkap di lokasi berbeda pada Selasa 21 Mei dan Jumat 24 Mei 2019. HK ditangkap di lobi sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa 21 Mei. Sementara AZ ditangkap pada hari yang sama di Terminal 1 C Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 13.00 WIB.
Tersangka IR ditangkap di sebuah kantor sekuriti di Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Selasa 21 Mei sekitar pukul 20.00 WIB. Sedangkan tersangka TJ yang merupakan warga Cibinong, Bogor itu ditangkap di Sentul, Bogor pada Jumat 24 Mei sekira pukul 08.00 WIB.
Tersangka AD yang merupakan warga Koja, Jakarta Utara ditangkap di daerah Swasembada, Jakarta Utara pada Jumat 24 Mei pagi. Dan terakhir tersangka AF ditangkap di sebuah bank di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Jumat 24 Mei.
Sementara itu, dari hasil penyidikan, mereka berniat membunuh tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei. Berdasakan penelusuran pihak Kepolisian, untuk membeli senpi ilegal para tersangka menghabiskan dana Rp 150 juta. Ternyata ini dikonversikan dari dolar Singapura.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Karopenmas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, enam tersangka ada aktor intelektualnya yang mendesain. Kemudian ada pendananya juga yang memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura.
"Enam kan ada leader-nya, di situ kan ada aktor intelektual yang mendesain semua itu. Di atas ada pendana, juga yang kasih uang Rp 150 juta tapi dalam bentuk dolar Singapura. Kasih ke aktor intelektual, kasih kan ke ini (para tersangka)," kata Dedi di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.
Dia menegaskan, dana tersebut bukanlah honor mereka. Setelah melakukan eksekusi pembunuhan baru akan diberikan honornya, yang kini masih didalami berapa nilai upahnya jika berhasil mengesekusi.
"Honor untuk aksi dikasih lagi. Dan ada janji juga. Pokoknya kalau berhasil mengeksekusi satu, yang apa namanya empat, tapi satu dulu yang harus dieksekusi, yang lembaga survei itu. Kalau misalnya kamu dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung," ungkap Dedi.
Menurut dia, semua dana tersebut berbentuk tunai. "Cash, langsung dikasih cash. Kemudian dicairkan di money changer, Rp 150 juta langsung dia pakai itu," jelas Dedi.
Dia tak menepis bahwa pemberi dana ini adalah papan atas, lantaran bisa memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura.
"Iya, pendananya iya. Pendananya kasih ke aktor intelektual, aktor intelektual ngasih kan ke koordinator lapangan. Koordinator lapangan dia mencari senjata, mencari eksekutor, dia memapping dimana tempat eksekusinya. Itu semua," kata Dedi.
Menurutnya, para tersangka ini semuanya motif ekonomi semata. "Ada order (pembunuhan) dari aktor intelektual. larinya ke ekonomi," Dedi memungkasi.
3. Peran Berbeda Enam Tersangka
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal mengatakan, keenam tersangka aksi rusuh 22 Mei memiliki peran beragam. HK diketahui berperan sebagai pemimpin sekaligus eksekutor dalam kelompok tersebut.
"HK ini perannya adalah leader, mencari senpi, mencari eksekutor, sekaligus menjadi eksekutor, serta pimpin tim turun pada aksi 21 Mei 2019. Jadi tersangka ini ada pada 21 Mei dengan membawa sepucuk senpi revolver taurus," ujar Iqbal di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 27 Mei 2019.
Dari aksinya tersebut, HK menerima uang sebesar Rp 150 juta. Dia berhasil ditangkap di lobi sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Mei 2019 sekira pukul 13.00 WIB.
Tersangka AZ yang merupakan warga Ciputat, Tangerang Selatan juga memiliki peran sebagai perekrut eksekutor pada kerusuhan 21 Mei. Dia juga berperan sebagai eksekutor.
Sementara tersangka IF yang merupakan warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat hanya berperan sebagai eksekutor. Dari misinya itu, IF diganjar uang Rp 5 juta.
"Tersangka keempat, TJ berperan sebagai eksekutor dan menguasai senpi rakitan laras pendek dan senpi laras panjang. Tersangka ini menerima uang Rp 55 juta," tutur Iqbal.
Kemudian tersangka AD berperan sebagai pemasok tiga pucuk senjata api rakitan terkait kerusuhan 21 Mei. Dia menjual senpi rakitan meyer, senpi rakitan laras pendek, dan senpi rakitan laras panjang senilai Rp 26,5 juta kepada HK.
"Tersangka keenam, AF berperan sebagai pemilik dan penjual senpi ilegal revolver taurus kepada HK. Ini perempuan. Dia menerima penjualan senpi Rp 55 juta," kata Iqbal.
Advertisement
4. Penjual Senpi Bersuamikan Purnawirawan Jenderal
Polri menangkap kelompok diduga penyusup aksi pada 21-22 Mei yang berakhir rusuh di Jakarta. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka yang melakukan jual beli senjata api (senpi) ilegal. Mereka berniat membunuh tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei.
Salah satu tersangka perempuan berinisial AF, disebut yang menyediakan senjata api revolver taurus, senpi organik namun ilegal. Disebut, AF mempunyai suami seorang purnawirawan berpangkat Mayor Jenderal.
"Iya. Enggak usah dikasih tahu itu sudah tahu," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Karopenmas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.
Dia menegaskan, AF merupakan perantara saja. Yang hanya menjual senjata tersebut.
"Dia dapat senjata, broker. Kemudian senjata itu dia jual," jelas Dedi.
Dedi tak menjelaskan apakah suaminya yang purnawirawan ikut berperan dan mengetahui senjata tersebut. Menurut dia, pihaknya masih terus melakukan pengembangan terkait asal senjata api itu.
"Masih didalami," pungkasnya.
5. Tokoh Jadi Target Pembunuhan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap empat tokoh yang menjadi target pembunuhan saat kerusuhan Jakarta 22 Mei 2019. Tokoh-tokoh tersebut termasuk dari kalangan pejabat.
"Betul (jadi target pembunuhan). Pak Wiranto (Menko Polhukam), Pak Luhut (Menko Kemaritiman), yang ketiga Kepala BIN (Budi Gunawan), keempat Pak Gories Mere," kata Tito di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.
Dia menyebut ada satu lagi yang menjadi dari target kejahatan tersebut. Namun dia enggan menyebut nama orang yang berasal dari tokoh lembaga survei.
"Yang survei saya enggak mau sebut," kata dia.
Advertisement
6. Bentuk Tim Pencari Fakta
Gabungan kelompok masyarakat, mengungkap 14 temuan dalam aksi massa yang berujung ricuh pada 21-22 Mei 2019.
14 temuan ini hanya panduan awal guna mengusut fakta dan data yang lebih mendetail akan adanya dugaan pelanggaran HAM kepada korban berbagai kalangan.
Korban aksi 22 Mei tersebut mulai dari jurnalis, tim medis, penduduk setempat, dan peserta aksi yang sudah tak berdaya oleh aparat penegak hukum yang bertindak di luar kewenangan.
Menanggapi hal itu, Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, semuanya telah diserahkan kepada Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam mencari fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan.
"Nanti serahkan fakta dan bukti yang dimiliki langsung kepada tim pencari fakta, harus bekerja sinergi, jangan menggunakan interpretasi masing-masing, harus komprehensif menilainya dan semua pembuktian harus berdasarkan scientific crime investigation," kata Dedi di Humas Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Mei 2019.
TGPF yang dibentuk ini agar masyarakat tak menerima berita dalam bentuk tidak utuh, yang mana nantinya akan menimbulkan berita bohong atau hoaks soal aksi 22 Mei.
"Tidak boleh berdasarkan asumsi-asumsi yang sepenggal-sepenggal, harus utuh. Itu dalam menilai suatu peristiwa ya, peristiwa pidana atau yang lain, kalau sepenggal-sepenggal ini berbahaya, sangat rentan nanti digoreng oleh kelompok-kelompok tertentu dijadikan nanti berita hoaks, knten-konten merugikan kesatuan dan persatuan bangsa sendiri," ujarnya.